Gambar diambil dari : metrosulawesi.id

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bukan lah hal yang sepele. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah salah satu dari 45 Penyebab Perceraian Rumah Tangga. Fakta yang terjadi dilapangan, KDRT memang lebih banyak menimpa perempuan, walaupun ada juga suami yang menjadi korban KDRT. Di sisi lain banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa dirinya adalah salah satu dari korban KDRT. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui jenis-jenis tindakan yang termasuk dalam tindakan KDRT.

Yang masuk dalam lingkup rumah tangga atau pihak yang menjadi pelaku ataupun korban dalam KDRT yaitu:

  1. Suami, isteri dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri);
  2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga. Contohnya mertua, menantu, ipar dan besan; dan/atau;
  3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

Dikarenakan KDRT termasuk dalam tindak pidana, maka pemerintah melalui UU Penghapusan KDRT telah mengatur tindakan apa saja yang termasuk KDRT. Termasuk ancaman pidana yang dapat dikenakan pada pelaku.

Jenis-Jenis KDRT yaitu:

  1. Kekerasan fisik, Yang masuk dalam kategori ini yaitu setiap perbuatan atau tindakan yang dilakukan seseorang sehingga mengakibatkan rasa sakit, hingga jatuh sakit atau luka berat. Bahkan ada kalanya KDRT hingga menewaskan korban.
  2. Kekerasan psikis, Kekerasan psikis disebabkan karena adanya suatu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan/atau bahkan penderitaan psikis berat pada seseorang.
  3. Kekerasan seksual, Kekerasan seksual yang dapat terjadi dalam ruang lingkup rumah tangga, yaitu:
  • Pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
  • Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
  • Penelantaran rumah tangga, Terdapat 2 (jenis) tindakan yang termasuk dalam penelantaran rumah tangga yaitu:
  1. Tindakan seseorang yang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya. Sedangkan menurut hukum yang berlaku dirinya berkewajiban memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Hal ini dapat terjadi antara orang tua dengan anak-anaknya atau yang berada di bawah pengasuhannya. Termasuk bagi orang-orang dewasa yang bertanggungjawab dalam suatu panti asuhan atau tempat penitipan anak (day care) kepada anak-anak yang berada di dalamnya.
  2. Selain itu masuk dalam kategori penelantaran, jika seseorang melakukan suatu tindakan yang mengakibatkan adanya ketergantungan ekonomi pada dirinya. Dengan cara membatasi dan/atau melarang orang lain dalam lingkup rumah tangganya untuk bekerja yang layak, baik di dalam atau di luar rumah. Sehingga korban berada dalam kendali orang tersebut (pelaku.)

Kekerasan dalam rumah tangga sendiri telah tercantum dalam UU No. 23 Tahun 2004 yang menyebutkan tindakan kekerasan dalam perkawinan terutama terhadap perempuan yang mengakibatkan penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Selain kekerasan berupa fisik, psikis dan seksual yang ada dalam KDRT, terdapat kekerasan dalam rumah tangga dibidang finansial.

Gambar diambil dari : finansialku.com

Bukanlah fenomena baru, Bentuk KDRT ini pun sangat beragam salah satu nya dalam bentuk Finansial. Sayangnya, masih banyak yang tidak menyadari jika mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga, khususnya kekerasan secara Finansial. Hal ini kerap tidak disadari, padahal akibatnya sangat signifikan terhadap psikologis seseorang. Kekerasan finansial dalam pernikahan mungkin kalah populer dibandingkan kekerasan fisik. Minimnya kemandirian finansial membuat banyak perempuan terjebak dalam pola kekerasan finansial oleh pasangannya.

Berikut tanda kekerasan Finansial:

  1. Tidak mengizinkan pasangan memiliki penghasilan sendiri, tetapi tidak memberinya nafkah yang cukup bahkan cenderung menelantarkan
  2. Menutup akses keuangan bersama (rekening bank, investasi, surat-surat bukti kepemilikan aset dan lain sebagainya.
  3. Memaksa pasangan bekerja namun pelaku tidak bekerja dan mengontrol keuangan sepenuhnya. Seringkali pelaku akan memaksa pasangannya yang bekerja untuk memberikan akses keuangan pada dirinya seperti fasilitas kartu kredit, rekening gaji, password internet banking, dan lain sebagainya.
  4. Memberikan nominal uang sangat terbatas untuk kebutuhan keluarga
  5. Mengontrol keuangan dengan ketat
  6. Mengajukan permintaan berhutang atas nama pasangan, tanpa adanya persetujuan
  7. Mengabaikan kebutuhan dasar keluarga seperti kebutuhan makan, pakaian, dan lain sebagainya
  8. Menghabiskan uang sendiri namun tidak mengizinkan pasangan melakukan hal yang sama
  9. Memutuskan hal berbau finansial tanpa melibatkan pasangan
  10. Menggunakan harta milik pasangan tanpa kesepakatan

Masalah Finansial ini perlu keterbukaan sejak awal menikah, jadi sebelum menikah sebaiknya memang harus saling terbuka. Baik dari sudut pandang suami ataupun istri. Seberapa banyak penghasilan yang didapat, termasuk membicarakan masalah hutang ataupun investasi untuk mencapai tujuan keuangan keluarga. Saat menikah, baik istri dan suami tentu saja memiliki tanggung jawab masing-masing. Salah satu tanggung jawab yang perlu dipenuhi oleh suami tentu saja terkait dengan kewajiban memberi nafkah untuk istri dan anak.

 

1 KOMENTAR

Tinggalkan Balasan