
Oleh : Sakha Nurlaili Ahmada
Dilansir dari detik news, Selasa 31 Januari 2023 Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pemohon untuk melegalkan pernikahan beda agama khususnya di Indonesia. Karena hal tersebutlah banyak sepasang WNI yang berbeda agama untuk melangsungkan pernikahan di luar negeri. Sebelum membahas lebih lanjut terkait status pernikahan, mengapa pernikahan beda agama itu dilarang di Indonesia?
Pasal 28B ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”. Sedangkan mengenai perkawinan yang sah sudah dinyatakan pada Pasal 2 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Jadi, untuk melangsungkan perkawinan harus memperhatikan syarat atau ketentuan dari agama yang diakui di Indonesia supaya pernikahan tersebut diakui SAH menurut agama dan hukum di Indonesia.
Sebagai contoh agama Islam melarang pernikahan beda agama dan apabila tetap dilakukan maka menurut hukum agama Islam yang dimana agama Islam juga diakui di Indonesia, Perkawinan tersebut TIDAK SAH. Dan untuk “mensiasati” supaya pernikahan sepasang WNI yang berbeda agama SAH maka pernikahan tersebut dilaksanakan di luar negeri kemudian sekembalinya ke Indonesia, pernikahan tersebut didaftarkan untuk dicatat oleh Kantor Pencatatan Sipil.
Lantas mengapa perkawinan tersebut dapat dicatat di Kantor Catatan Sipil?
Seperti ketentuan pada Pasal 56 ayat 2 UU Perkawinan yang menyatakan bahwa “dalam waktu 1 tahun setelah suami istri itu kembali diwilayah Indonesia,surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di kantor pencatatan perkawinan tempat tinggal mereka”. Pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil tidak dapat dikatakan bahwa akhirnya perkawinan beda agama yang dilaksanakan di luar negeri menjadi SAH karena pencatatan perkawinan beda agama yang dilakukan di Kantor Catatan Sipil tidak melihat agama masing masing pihak, karena tugas kantor pencatatan sipil hanya mencatatkan saja.
Hal tersebut juga tertuang dalam Putusan MK No 46/PUU-VIII/2010 yang menyatakan pencatatan perkawinan bukanlah merupakan factor yang menentukan sahnya perkawinan; dan pencatatan merupakan kewajiban administratif yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Adapun makna kewajiban administratif menurut Mahkamah Konstitutif yaitu pencatatan yang dimaksud diwajibkan dalam rangka fungsi Negara untuk memberikan jaminan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia yang bersangkutan yang merupakan tanggung jawab Negara dan harus dilakukan sesuai dengan prinsip Negara hukum yang demokratis yang diatur serta dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Jadi kesimpulannya, status pernikahan sepasang WNI berbeda agama yang dilakukan di luar negeri sekalipun dikatakan sah di Negara tersebut tapi hal tersebut tidak berlaku di indonesia atau dikatakan TIDAK SAH. Melihat dari UU Perkawinan No.1 tahun 1974 yang menyatakan :
- Perkawinan adalah sah,apabila dilakukan menurut hukum masing masing agamanya dan kepercayaannya itu.
- Tiap tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sah tidaknya perkawinan, hukum Indonesia menyerahkan hal tersebut ke masing-masing agama yang diakui di Indonesia. Jadi sepasang WNI tersebut tidak memenuhi ayat 1 tersebut dan untuk pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil dengan membawa bukti marriage certificate yang sudah dibuat di Negara tempat sepasang WNI melangsungkan pernikahan, dan hal itu sudah memenuhi tuntutan administratif berdasarkan ayat 2 tersebut.
Sumber Referensi :
- Undang-Undang NO. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
- Undang-Undang NO. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Penduduk.
- Putusan Mahkamah Konstitusi No 46/PUU-VIII/2010.
- https://indonesia.go.id/layanan/kependudukan/sosial/mendaftarkan-pernikahan-yangberlangsung-di-luar-negeri diakses pada 20 Maret 2023.
- https://www.mpr.go.id/berita/HNW:-Perkawinan-Beda-Agama-Tidak-Sejalan-dengan-Konstitusi diakses pada 20 Maret 2023.
- https://news.detik.com/berita/d-6544891/di-tangan-hakim-mk-kandas-sudah-nikah-bedaagama diakses pada 20 Maret 2023.
- http://scholar.unand.ac.id/55562/#:~:text=Hasil%20penelitian%20menunjukkan%20bahwa%20 %3A%201,agama%20yang%20diakui%20di%20Indonesia diakses pada 20 Maret 2023.
Profil Penulis :
Sakha Nurlaili Ahmada merupakan Mahasiswi Semester IV Fakultas Hukum Universitas Lampung yang saat ini menjadi Pengurus Bidang Kajian 2023 UKM-F Pusat Studi Bantuan Hukum.