Gambar diambil dari : tintadanwarna

Oleh : Khoirunnisa

Di era modern saat ini, dimana masyarakat luas lebih banyak menggunakan media sosial sebagai ajang mempertunjukkan dirinya seperti halnya di Instagram, Facebook, Twitter
dan media sosial lainnya, mereka berpose dengan segala macam gaya dan fashionnya dan
mengunggahnya di media sosial demi kepuasan pribadi seperti mendapatkan like maupun
komentar pujian. Kebanyakan pengguna media sosial adalah perempuan, walaupun tak sedikit juga para pria yang menggunakan media sosial untuk mengunggah foto maupun videonya.

Kegemaran perempuan dalam mengunggah foto ataupun video di media sosial membuat perempuan sering kali dijadikan objek atau objektifikasi baik secara verbal maupun
secara fisik oleh kaum pria atau yang lebih dikenal dengan Objektifikasi Perempuan.

Lalu, apa sih sebenarnya objektifikasi itu?

Gambar diambil dari : idntimes.com

Singkatnya, Objektifikasi Perempuan merupakan sebuah teori dimana perempuan hanya dianggap sebagai sebuah objek. Menurut Calogero, perempuan dianggap sebagai target utama objektifikasi seksual di masyarakat karena bentuk tubuhnya yang terkadang dianggap unik.

Banyak macam objektifikasi terhadap perempuan seperti halnya, mulai dari memandang bagian tubuh tertentu (hal ini bisa terjadi baik secara langsung ataupun di media sosial), melakukan catcalling ketika perempuan lewat, memberikan komentar tentang penampilannya dan berujung pada kekerasan fisik seperti memperkosa. Sedangkan, objektifikasi perempuan di media sosial bisa berupa rayuan atau godaan yang tidak menyenangkan dan dapat disampaikan melalui chat, direct message, maupun komentar.

Seringkali penampilan bahkan bentuk tubuh perempuan dijadikan sebagai bahan lelucon. Pelaku pelakunya tidak sadar, bahwa apa yang mereka lakukan dan mereka anggap
biasa tersebut merupakan praktik objektifikasi terhadap perempuan dan juga berkaitan dengan objektifikasi seksual yang tentunya membuat korban merasa risih dan berujung pada
bahayanya kesehatan mental.

Media sosial tentunya memiliki peranan besar untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk bisa melihat perempuan sebagai objek, baik melalui iklaniklan, konten pornografi, postingan Instagram dan lainlain. Tubuh perempuan yang diunggah di media seakanakan menjadikannya sebagai objek yang dapat diperjualbelikan, dengan adanya timbal balik berupa rating, keuntungan sebuah industri, peningkatan media sosial, dan sebagainya.

Berdasarkan hasil penelitian yang diterbitkan di Psychology of Women Quarterly menunjukkan bahwa paparan konten yang mengobjektifikasi perempuan tersebut akan meningkatkan kecenderungan para pria untuk melakukan pelecehan terhadap perempuan. Timbulnya objektifikasi terhadap perempuan di media sosial membuat perempuan memiliki pribadi yang tidak percaya diri.

Terdapat sebuah contoh kasus objektifikasi terhadap perempuan atau pelecehan seksual
berbasis elektronik (media sosial) yaitu, dialami salah seorang mantan anggota JKT48,
Hasyakyla Utami Kusumawardhani, yang juga merupakan kakak Adhisty Zara. Hasyakyla
mengalami pelecehan seksual di media sosial oleh seorang pria tak dikenal. Saat sedang
melakukan siaran langsung di Instagram miliknya, ada seseorang yang mengajak siaran
langsung bersama dengannya. Hasyakyla tak menaruh sedikitpun rasa curiga, pasalnya yang
mengajaknya siaran langsung bersama adalah akun Instagram Iin Waode yang merupakan
koreografer JKT48.

Setelah menerima permintaan bergabung tersebut, tidak nampak wajah seseorang disana, justru yang nampak adalah alat kelamin lakilaki. Beberapa saat kemudian, Hasyakyla menyudahi siaran langsungnya dan ia mengaku trauma atas kejadian yang menimpanya di
media sosial tersebut. Dalam contoh kasus tersebut, jelas sekali Hasyakyla sebagai perempuan mengalami perlakuan bias gender, dimana tubuhnya dieksploitasi dan dijadikan sebagai sebuah objek oleh seorang ekshibisionis.

Dalam hal ini terkait dengan perspektif hukum dan perlindungan hukum terhadap perempuan berdasarkan contoh kasus di atas, dengan adanya objektifikasi terhadap perempuan terlebih di media sosial, pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UndangUndang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) tentang pelecehan seksual nonfisik dan karena perbuatan tersebut dilakukan di media sosial maka pelaku juga dapat dijerat pidana berdasarkan UndangUndang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Maka dari itu, kita sebagai masyarakat yang sebagian besar merupakan pengguna media
sosial sekaligus pembaca media, haruslah cermat dalam memilah berita yang dibaca dan
menegur ataupun memberi pengertian kepada mereka yang menyebarkan berita atau yang
melakukan objektifikasi terhadap perempuan. Solusi preventif juga harus dilakukan yaitu
sebagai pengguna media sosial yang terkadang mengunggah foto ataupun video, haruslah membiasakan diri untuk berpenampilan sopan agar mencegah terjadinya objektifikasi. Alangkah baiknya kita sebagai masyarakat memandang perempuan sebagai manusia yang
sebenarnya, bukan sebagai objek semata.

 

Daftar Referensi :

Profil Penulis :

Khoirunnisa Merupakan Mahasiswi Fakultas Hukum Semester III Universitas Lampung yang saat ini menjadi Anggota Tetap UKM-F PSBH.

Tinggalkan Balasan