Oleh Wanda Irawan (Pengurus Bidang Kajian UKM-F PSBH FH Unila)
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum.
Akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban. Sumber hukum kontrak terdapat dalam Pasal 1233 KUH Perdata disebutkan “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan ataupun karena undang-undang”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada dua sumber hukum perikatan, yakni pertama dari persetujuan atau perjanjian, kedua perikatan bersumber dari undang-undang. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji untuk melaksanakan dan atau tidak melaksanakan suatu hal. Sehingga timbullah suatu hubungan atara pemberi janji dan penerima janji.
Standar Kontrak dalam Hukum Perlindungan Konsumen
Payung hukum pelaksanaan perlindungan konsumen di Indonesia diatur dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan hukum terhadap konsumen merupakan kepastian hukum perlindungan terhadap pemenuhan hak-hak konsumen. Kepastian hukum yang dimaksud dalam pengertian ini meliputi segala upaya untuk memberdayakan konsumen untuk memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut.
Perlindungan hukum terhadap konsumen didasarkan pada adanya sejumlah hak-hak konsumen yang perlu dilindungi dari tindakantindakan yang dapat merugikan konsumen. Hak-hak ini merupakan hak-hak yang sifatnya mendasar dan universal sehingga perlu mendapat jaminan dari negara untuk pemenuhannya. Pengertian konsumen secara umum adalah pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk diri sendiri, orang lain dan tidak diperdagangkan Namun, dalam realitas sosial, antara konsumen dan pelaku usaha atau produsen, sering terjadi hubungan korelasi dan sebab akibat yang menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak. Antara pelaku usaha atau produsen dengan konsumen atau pelanggan dapat terjadi hubungan saling membutuhkan.
Perlindungan konsumen dilakukan apabila dalam suatu transaksi terdapat kesalahan dari pihak penjual yang merugikan konsumen. Perlindungan ini diatur dalam UUPK yang melindungi konsumen dari praktik-praktik yang melanggar hukum yang dilakukan oleh penjual. Demi melindungi konsumen di Indonesia dari hal-hal yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap konsumen, pada tanggal 20 April 1999 Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.
Pemberlakuan standar kontrak dalam masyarakat tidak terlepas dari tiga asas penting yang berlaku dalam hukum perjanjian yaitu asas konsesualisme yang menekankan pada aspek percapaian kesepakatan para pihak dalam standar kontrak, asas pacta sun servanda yang menitikberatkan pada kepastian hukum para pihak yang terimplementasi pada perjanjian menjadi perikatan yang tercermin pada bentuk penandatanganan standar kontrak, asas kebebasan berkontrak yang menekankan pada kebebasan membuat atau tidak perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratan, menentukan bentuk perjanjian tertulis atau lisan.
Apabila Perlindungan Konsumen dikaitkan dengan standar kontrak, memang esensi tercapai kesepakatan (konsesualisme) pada standar kontrak masih diragukan dikarenakan adanya penentuan sepihak isi kontrak, namun oleh Asser Rutter hal tersebut tidak perlu diperdebatkan lagi karena, “setiap orang yang menandatangani perjanjian, bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatangani. Jika orang membubuhkan tanda tangan pada formulir standar kontrak, tanda tangan itu mengakibatkan kepercayaan bahwa yang menandatangani mengetahui dan menghendaki isi formulir yang ditandatanganinya. Oleh karena itu untuk mengasumsikannya apakah standar kontrak itu merugikan konsumen tidak serta merta mengacu pada aspek kesepakatan semata, melainkan perlu dikomparasikan dengan isi dan pelaksanaan dari kontrak tersebut sebagai penerapan asas kebebasan berkontrak.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang secara spesifik merupakan lex specialis dari penjabaran Pasal 1337 dan Pasal 1339 KUHPerdata, yang sudah mengatur rambu-rambu utama penerapan isi dalam standar kontrak yaitu:
- ketentuan mengenai larangan untuk pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
- menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang dan sudah dibeli konsumen;
- pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang telah dibeli konsumen;
- menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran;
- mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
- memberi kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;
- menyatakan tunduknya konsumen pada aturan baru selama masa pemanfaatan barang dan jasa;
- menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebasan hak tanggungan, hak gadai, hak jaminan terhadap barang yang dibeli konsumen secara angsuran;
- larangan pencantuman klausula baku yang letak dan bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, dan tidak dimengerti
Dengan mengacu pada ketentuan di atas tentunya akan lebih mudah dalam mengindentifikasi apakah standar kontrak yang diberlakukan kepada pelaku usaha berpotensi merugikan konsumen, dan sebagai panduan bagi konsumen sehingga pada tahap law enforcement akan memudahkan menjatuhkan sanksi hukum kepada pelaku usaha. Perlindungan konsumen pada dasarnya berupaya untuk menyinergikan kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha akibat hubungan yang terbentuk dengan mengacu pada prinsip-prinsip.
Konsumen diharapkan bersikap hati-hati dalam membeli suatu produk dan ini tidak dituntut kepada pelaku usaha bersikap hati-hati dalam memasarkan produknya. The Due care Theory, lebih menekankan pada beban pembuktian kepada konsumen jika timbul sengketa antara pelaku usaha, konsumen dipihak yang lemah dan tidak tahu apa yang harus dibuktikan, the privity of contract, yang memberikan peluang mengguggat pelaku usaha sebatas yang diatur dalam kontrak, ditengah maraknya standar kontrak yang diberlakukan pelaku usaha di tambah klausul eksonerasi yang sangat merugikan konsumen.
Daftar Pustaka
I Ketut Oka Setiawan, 2016, Hukum Perikatan, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 5
Mariam Darus Badrulzaman, 1986, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut Perjanjian Baku (Standar), Jakarta: Bina Cipta, hlm.45
Munir Fuadi, 1999, Hukum Kontrak (Dari Sudut Hukum Bisnis), Bandung: PT Citra Aditya Bhakti, hlm. 22
Janus Sidabalok, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 99
Ilham Abbas. dkk, 2019, Corporate Responsibility Towards Employees Welfare, Yuridika 34, no.1, hlm. 36-52
Ridwan Khairandy, 2010, Landasan Filosofis Kekuatan Mengikatnya Kontrak, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM 18, hlm. 36-55
Johannes Gunawan, 1987, Penggunaan Perjanjian Standar dan Implikasinya Pada Azas Kebebasan Berkontrak, Majalah Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, hlm. 3-4.
C.S.T. Kansil, 2006, Pengantar Ilmu Hukum memJilid I, Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 38
Philipus M.Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: Balai Pustaka, hlm. 2
Janus Sibadolok, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,Bandung:PT Citra Aditya Bakti, hlm.7
Profil Penulis
Wanda Irawan merupakan Mahasiswa Semester V Fakultas Hukum Universitas Lampung yang saat ini tergabung dalam kepengurusan Bidang Kajian UKM-F PSBH FH Unila