Teman-teman pasti sudah membaca atau melihat berita terbaru yang cukup mengejutkan di penghujung bulan Oktober ini. Berita terkait tertangkapnya dua orang pelaku diduga sebagai kurir yang membawa Narkoba jenis sabu seberat 16 kilogram di depan Arengka Auto Mall Jl Soekarno Hatta, Pekanbaru pada Jumat 20 Oktober 2020 pukul 20.00 WIB. Bagaimana tidak? Salah seorang dari dua pelaku tersebut merupakan oknum polisi berpangkat Komisaris Polisi (Kompol) yang bertugas di Kasi Identifikasi Ditreskimum Polda Riau dengan inisial IZ (55).


Bahkan layaknya dalam film Fast & Furious sempat terjadi proses kejar-kejaran dan saling baku tembak antara pihak kepolisian dengan pelaku IZ yang latar belakangnya juga seorang aparat penegak hukum dimana Ia pasti sudah paham akan esensi dari hukum. Menurut E.H. Sutherland dan D.R. Cressey (1960) ada beberapa penyebab seseorang atau kelompok melakukan suatu tindak kejahatan, yang pertama adanya motif persoalan ekonomi dari pelaku kejahatan tersebut, lalu yang kedua pelaku kejahatan berasal dari mereka yang memiliki rasa kehormatan atau harga diri yang rendah sebagai konsekuensinya mereka tidak terlalu merasa terbebani jika suatu saat tertangkap sebagai seorang penjahat. Lantas bagaimana bisa seorang aparat hukum berpangkat komisaris polisi (Kompol) berpenghasilan lebih dari cukup dan memiliki kehormatan baik bagi dirinya sendiri maupun di mata orang lain bisa melakukan suatu tindak kejahatan yang memalukan ?

Ya, benar sekali teman-teman telah terjadi suatu fenomena degradasi moral dalam diri para penegak hukum di negara kita ini. Mengakibatkan terhambatnya upaya penegakan hukum yang sedang dibangun, serta melumpuhkan semua proses penegakan hukum tersebut. Sangat miris dan memprihatinkan mengingat mereka adalah aparat yang semestinya dapat menjadi teladan moral bagi masyarakat untuk menciptakan wibawa hukum, namun malah menjadi pelanggar dari hukum itu sendiri. Sebagaimana yang dinyatakan oleh HLA Hart (1965) dalam bukunya General Theory of Law and State, Hukum sebenarnya harus meliputi tiga unsur yakni kewajiban, moral, dan aturan. Oleh karena itu hukum tidak bisa dipisahkan dari dimensi moral dan aturan.

Dengan demikian upaya untuk menghadapi fenomena yang terus muncul seperti yang kita bahas di atas selain dengan adanya tindakan preventif berupa dibuatnya ancaman dan sanksi tertulis. Tidak kalah penting juga yaitu dengan cara untuk mulai menanamkan kesadaran moral dan pentingnya nilai-nilai pancasila sedini mungkin di dalam diri tiap-tiap calon aparat penegak hukum baik saat ini maupun di masa yang akan datang. Selanjutnya diharapkan dapat terwujud aparat yang memiliki nilai moral dan integritas yang tinggi. Serta dapat menciptakan suatu wibawa hukum dimana masyarakat akan menghormati aturan hukum yang berlaku dan kita semua dapat mewujudkan Negara Indonesia sebagai negara hukum sesuai dengan yang terkandung dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945.
Referensi :
https://www.riauonline.co.id/riau/kota-pekanbaru/read/2020/10/24/simak-kronologis-penangkapan-kompol-imam-zaidi-zaid-versi-kapolda-riau
Yanto,Oksidelfa.2010. MafiaHukum: Membongkar Konspirasi dan Manipulasi Hukum di Indonesia
Jakarta.Raih Asa Sukses
Salam,Aprinus.2014
Politik dan Budaya Kejahatan.Yogyakarta.Gadjah Mada University Press
Profil Penulis :
Rima Martha merupakan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung semester 1, yang saat ini aktif menjadi Anggota Muda UKMF-PSBH FH UNILA 2020.
mantap dekku