Oleh : Bagas Pardana Siregar – Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung
Tepat 5 (lima) hari yang lalu yaitu tanggal 1 Juni 2020, Pancasila genap berusia 75 (tujuh puluh lima) tahun. Usia yang tidak lagi dikatakan muda, dengan segala kisah perjuangan hebat yang pernah dilalui bersama segenap elemen bangsa Indonesia. Sebagai sebuah konsep yang lahir dari cerminan kepribadian bangsa, Pancasila hadir guna mendasari berbagai tindak-tanduk masyarakat Indonesia, tidak terkecuali Pemerintah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dicetuskannya Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945 oleh Bung Karno menjadi awal konsensus bangsa Indonesia mengenai Pancasila sebagai dasar negara, falsafah bangsa, ideologi negara, dan pandangan hidup bangsa. Hal ini dikarenakan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), sebagai sebuah badan bentukan Pemerintah Jepang yang bergerak dalam hal mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka menyelenggarakan masa sidang pertamanya (29 Mei – 1 Juni 1945) memang untuk merumuskan dasar negara Indonesia, dan saat hari sidang ketiga (1 Juni 1945), usulan Bung Karno yakni Pancasila itu telah disetujui oleh seluruh peserta sidang dan mencapai sebuah kata “sepakat”.
Jika kita dalami nilai-nilai Pancasila memuat 5 (lima) nilai, yakni nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Keluhuran nilai-nilai tersebut sesungguhnya sudah teruji jauh sebelum negara Indonesia berdiri yaitu pada saat masih dalam sebutan Nusantara, misalkan saja nilai ketuhanan. Sejak zaman kerajaan dan masuknya agama besar ke Nusantara, unsur-unsur Pancasila sebagai kepribadian bangsa sudah ada dalam kehidupan masyarakat, terbukti kehadiran ajaran-ajaran agama dari luar seperti agama Hindu, Budha, misionaris Kristen dan Katholik, dan penyebaran agama Islam melalui pedagang dari Arab, Gujarat, dan India tetap berjalan secara damai tanpa intimidasi apalagi melalui kekerasan, sehingga hubungan antara budaya pendatang dan budaya asli setempat terjalin secara harmonis yang berimplikasi kepada hubungan diantara sesama budaya pendatang juga menjadi harmonis adanya.

Selanjutnya, persoalan yang tengah kita hadapi saat ini ialah permasalahan yang ada pada nilai praktis Pancasila. Nilai praktis Pancasila adalah nilai yang terkandung dalam kenyataan sehari-hari, berupa cara bagaimana segenap elemen bangsa Indonesia melaksanakan kelima nilai Pancasila sebagaimana penulis jabarkan di atas. Nilai praktis ini merupakan gelanggang pertarungan antara idealisme dan realitas.
Merawat idealisme Pancasila di zaman yang semakin global dirasa berat, karena melihat realita yang ada begitu cepatnya virus globalisasi menjangkiti negara Indonesia. Gelombang neo-liberalisme – neo-konservatisme bahkan telah memasuki cara pandang dan cara berfikir masyarakat Indonesia. Hal ini bisa meminggirkan Pancasila dengan hadirnya sistem nilai dan idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian bangsa. Maka dari itu, potensi Pancasila kehilangan eksistensi sebagai Ideologi bangsa Indonesia bisa terjadi apabila Pemerintah selaku penyelenggara negara dan masyarakat pada umumnya tidak bekerja sama untuk saling menumbuhkan kesadaran mengenai pentingnya nilai-nilai Pancasila bagi kehidupan bersama.
Untuk menjawab tantangan ini, cara yang paling tepat tidak lain ialah dengan mengimplementasikan secara langsung Pancasila itu sendiri. Implementasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pada hakikatnya merupakan suatu realisasi praktis untuk mencapai tujuan bangsa.
Adapun pengimplementasian Pancasila dirinci dalam berbagai bidang yang dikenal dengan “POLEKSOSBUDHANKAM” (Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya, dan Pertahanan- Keamanan), serta aspek HAM (Hak Asasi Manusia) sebagai konsekuensi yang tetap harus ditegakkan Indonesia sebagai negara hukum.
Di masa kini setidaknya terdapat 3 (tiga) bidang yang sangat krusial untuk dibenahi, dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Implementasi Pancasila dalam Bidang Politik
Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus berdasar pada kesadaran bahwa manusia adalah sebagai subjek Negara, sehingga kehidupan politik harus benar-benar merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia. Praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara harus segera dihindari dengan menjunjung tinggi aspek moralitas.
2. Implementasi Pancasila dalam Bidang Ekonomi
Prinsip perkenomian yang harus dijunjung tinggi agar Pancasila dapat tetap eksis ialah ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan ialah ekonomi yang humanistik yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas.
3. Implementasi Pancasila dalam Bidang Sosial-Budaya
Maraknya amuk massa yang cenderung anarkis dan bentrok antar kelompok masyarakat yang muaranya adalah masalah politik merupakan realita yang sedang kita hadapi sekarang. Kembali kepada Prinsip Etika Pancasila merupakan solusi terbaik, karena di dalam Prinsip Etika Pancasila, nilai-nilai Pancasila itu didasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya.
Kemudian terkhusus di zaman Revolusi Industri 4.0 dewasa kini, dalam bidang sosial- budaya Pemerintah Indonesia dapat membuat terobosan baru dengan menetapkan sebuah kebijakan yang mencerminkan nilai Pancasila untuk mengatur persoalan menyangkut penemuan dan perkembangan sains-teknologi di Indonesia. Pada tingkat yang paling hebat, hasil kebijakan ini membuat semua penemuan, perkembangan, dan evolusi sains-teknologi harus sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah dari Ideologi Pancasila.
Walaupun tantangan yang kita hadapi ini sangat besar, namun sejarah sudah membuktikan bangsa Indonesia mampu mempertahankan eksistensi Pancasila dalam keadaan penuh gejolak dan tekanan yang begitu dahsyat, baik yang datangnya dari luar maupun yang datangnya dari dalam melalui sebuah pemberontakan, sebut saja Pemberontakan PKI 1948, Pemberontakan DI/TII, Pemberontakan PRRI/PERMESTA, Pemberontakan G-30S/PKI, bahkan yang berasal dari otoritaniarisme Pemerintah kita sendiri, yakni pada masa orde baru yang menjadikan Pancasila sebagai alat memperlanggeng kekuasaan, yang mana bangsa Indonesia sudah berhasil mengatasinya dengan gerakan Reformasi 1998.

Tentunya setiap zaman mempunyai tantangannya tersendiri, di masa reformasi kini kita dihadapkan oleh tantangan yang menurut penulis sifat kehadirannya tanpa kita sadari namun terjadi secara meluas dan sistematis. Untuk itu, tidak ada cara lain bagi kita selain kembali memperteguh nilai-nilai Pancasila melalui wujud nyata di bidang “POLEKSOSBUDHANKAM” serta Hak Asasi Manusia sebagai bagian dari nilai kemanusiaan. Perlu ditanamkan dalam diri kita masing-masing, bahwa sejatinya Pancasila sifatnya universal, artinya tetap mampu bertahan dan menyesuaikan diri dalam kondisi dan zaman apapun selagi bangsa Indonesia rela untuk merawat Pancasila itu sendiri.
Jangan sampai kita menganggap Pancasila hanya formalitas belaka, karena dengan hal tersebut kita diibaratkan seperti anak muda yang sedang kehilangan jati diri. Ketika sudah demikian halnya, tentu arah kehidupan bangsa Indonesia menjadi tidak menentu, terombang-ambing dibawa zaman yang berujung pada kehancuran.
Naudzubillah min dzalik.
Profil Penulis :
Bagas Pardana Siregar adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, saat ini
tergabung dalam Pengurus Bidang Kajian UKM-F PSBH FH UNILA Periode 2020/2021.