Oleh: Krisnady Kesumadiksa
Anggota Tetap 2018
Hukum Internasional pada dasarnya dibentuk karena kesadaran masyarakat internasional akan perlunya berinteraksi/berhubungan dengan masyarakat internasional di negara lainnya. Hubungan ini bisa disebabkan karena beberapa faktor, seperti Pendidikan, ekonomi, social, budaya, dan politik yang didasarkan kepada kepentingan masing-masing negara. Dalam hal ini, hukum internasional berperan sebagai fasilitator dari hubungan-hubungan tersebut. Walau demikian, tak jarang jika kepentingan-kepentingan ini bertabrakan satu sama lainnya yang berujung kepada pelanggaran terhadap kewajiban internasional yang ada. Jika konflik kepentingan ini terus berlanjut, maka terjadi sengketa antarnegara yang tidak bisa ditangani di negara kedua pihak. Untuk menanggulangi hal ini, hukum internasional memiliki ketentuan jelas tentang penyelesaian sengketa antarnegara melalui pengadilan internasional sesuai dengan kompetensi absolut yang dimiliki pengadilan tersebut.
Pada tulisan ini, penulis akan menjabarkan bagaimana Mahkamah Internasional (International Court of Justice) bekerja untuk menangani kasus internasional yang terjadi diantara negara. Menurut statutanya, ICJ bisa menangani dua hal, yakni kasus kontroversial (contentious case) dan Advisory Opinion terhadap suatu gejala internasional yang diajukan oleh agensi khusus PBB. Untuk menangani kasus kontroversial, hal pertama yang harus diperhatikan ialah pihak yang bersengketa harus merupakan anggota dari PBB, yang secara tidak langsung merupakan anggota piagam PBB dan statuta ICJ. Jika bukan, menurut pasal 35 paragraf 3 dari statuta ICJ, pengadilan akan menetapkan sejumlah biaya yang harus dibayar negara tersebut kepada pengadilan.
Kemudian, ada beberapa cara yang dapat ditempuh oleh negara yang bersengketa untuk membawa kasus mereka ke ICJ, yakni melalui Special Agreement atau melalui pendaftaran tertulis negara penggugat (Applicant) yang ditujukan ke panitera (registrar) ICJ. Setelah itu, pendaftaran kasus tersebut akan diberitahukan kepada para pihak yang terlibat secara langsung di pengadilan, seperti anggota PBB melalui Sekretaris Jenderalnya dan negara pihak yang bersengketa untuk hadir di pengadilan.
Setiap negara yang bersengketa diwakili oleh agen/counsel yang ditunjuk oleh negaranya, seperti duta besar dan advokat.
Selanjutnya dalam menangani advisory opinions, hal ini hanya dapat dilakukan oleh 5 organ utama dan 16 agensi spesial dari PBB terhadap setiap persoalan hukum yang cakupannya sesuai dengan lapangan kerja mereka melalui permohonan tertulis yang ditujukan kepada panitera (pasal 65 statuta ICJ).
Selanjutnya, panitera akan memberitahukan permohonan tersebut kepada negara yang diundang untuk hadir di persidangan untuk membahas persoalan hukum ini dengan negara lainnya. Ketika sudah selesai, pengadilan akan memberitakan hasil diskusi tersebut dalam bentuk Advisory Opinions di pengadilan terbuka yang dihadiri oleh organ-organ dan agensi khusus PBB, organisasi-organisasi internasional, dan perwakilan dari setiap negara yang hadir di persidangan dan sekaligus membahas mengenai panduan agar Advisory Opinion ini dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus-kasus kontroversial.
Pada dasarnya, ICJ dapat menangani semua kasus yang diajukan kepadanya oleh pihak yang bersengketa dimana substansinya diatur oleh piagam PBB dan konvensi lain yang masih berlaku hingga sekarang (pasal 36 paragraf 1 statuta ICJ). Jika kedua pihak memperdebatkan apakah ICJ memiliki jurisdiksi atau tidak, maka hal tersebut akan diputuskan oleh putusan pengadilan. Dalam mengadili sebuah perkara, ICJ mengadili berdasarkan beberapa sumber hukum, yakni konvensi internasional, hukum kebiasaan internasional, asas-asas umum, dan putusan dari kasus-kasus terdahulu (pasal 38 statuta ICJ).
Kesimpulannya, Menurut opini penulis, PBB sudah menjalankan kewajibannya untuk menjaga keamanan dan keamanan dunia dalam hal terjadi sengketa antara dua negara melalui pengadilan internasional (ICJ). Bahkan, dalam hal terjadi kegentingan yang memaksa, dewan keamanan PBB bisa secara langsung mengeluarkan resolusi terhadap sebuah kasus yang bersifat mengancam umat manusia agar kasus tersebut dapat diselesaikan di ICJ. Ini merupakan bentuk nyata dari PBB untuk memfasilitasi semua negara untuk menyelesaikan permasalahannya dengan negara lain.
Namun, tentu kasus-kasus ini hanya dapat diajukan ketika pengadilan nasional sudah tidak bisa lagi untuk menangani kasus tersebut. Pada akhirnya, kewajiban untuk menjaga keamanan dan ketertiban negara merupakan kewajiban semua negara yang ada di dunia ini.
Profil Penulis :

Krisnady Kesumadiksa adalah observer PSBH untuk International Humanitarian Law Competition 2018 & Delegasi PSBH untuk Jessup Competition 2019
http://mh.uma.ac.id/