BUMDES SEBAGAI STRATEGI PENCIPTA INKLUSI KEUNGAN DESA-DESA DI INDONESIA

Gambar diambil dari: pikiranrakyat.com
Negara Kesaturan Republik Indonesia merupakan negara besar dengan luas wilayah 5.193.250 km². Dari luasnya wilayah tersebut terbagi kembali dengan ribuan pulau-pulau yang terbentang dalam negara Indonesia. Tercatat secara de jure sampai dengan 25 Juli setelah di undangkannya 3 undang-undang baru tentang pemekaran provinsi di Papua hingga saat ini terhitung sebanyak 37 Provinsi yang terbentang di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah pusat tidak dapat secara absolut menjalankan kewenangan kenegaraan tanpa membagi dan mendistribusikan kewenangannya kepada Pemerintahan Daerah Provinsi hingga yang terendah adalah Pemerintahan Desa. Dapat dipahami jika setiap wilayah dan daerah yag ada di Indonesia tentu memiliki aspek social culture dan kehidupan ekonomi yang berbeda. Terkusus pada aspek pemerintahan yang paling bawah yakni Pemerintaha Desa. Tercatat dari data yang dikeluakan oleh Kementrian Desa, pembangunan daerah Tertinggal dan Transmigrasi, tercatat jika sampai dengan juli 2022 terdapat 74.961 Desa yang terdata oleh Kementrian, itu artinya dengan jumlah pemerintahan desa yang terlampau banyak, setiap wilayah pedesaan dituntut untuk bisa berdiri di kaki sendii atau bergerak mandiri untuk mengatur, mengurus, dan menyelenggarakan segala urusan pemerintahan desa yang ada.
Pemerintahan desa merupakan salah satu bentuk perwujudan konsep otonomi daerah dan menjadi subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga desa memiliki kewanangan untuk mengatur dan mengurus segala kepentingan wilayah dan masyarakatnya dengan tetap berada pada kerangka otonomi desa. Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 tentang Desa telah diberikan penjelasan jika desa merupakan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang bewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisonal yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perlu dipahami jika desa dan Pemerintahan desa secara yuridis kewenangannya telah diatur dalam bingkai peraturan perundang-undangan khusus desa yakni Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintah Desa diatur jika desa memiliki kewenanangan yang termasuk di dalamnya adalah urusan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pelaksanaan kemasyaraktan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Dalam kewenangan yang dimilikinya desa diharapkan dapat berdiri diatas kakinya sendiri untuk menggerakan kehidupan perekonomian desa. Tidak dapat dipungkiri, dari banyaknya jumlah desa dan pemerintahan desa yang ada di Indonesia, belum banyak desa yang dapat mandiri, terkhsus pada aspek pengelolaan kehidupan ekonomi di desa. Oleh karena, itu untuk menanggulangi permasalahan dan menjadi salah satu alternative penggerak perekonomian desa ialah hadirnya Badan Usaha Milik Desa atau Bumdes di tengah masyarakat desa yang ruang geraknya banyak dilakukan di bidang ekonomi dan social.
Bumdes memiliki peran dan posisi sentral yang penting bagi pemerintahan desa hingga bagi seluruh masyarakat desa. Peran penting Bumdes adalah sebagai fasilitator dan penggerak perekonomian masyarakat desa. Dengan dibentuknya Bumdes tentu diharapkan dapat meningkatkan sarana perekonomian dan kesejahteraan masyarakat desa. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus senantiasa memberikan dorongan bagi pemerintahan daerah untuk mengoptimalkan kehadiran Bumdes bagi seluruh desa di Indonesia sebagai usaha dalam meningkatkan angka perekonomian desa di seluruh daerah. Pada pengertiannya Pasal 1 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 tentang Desa dijabarkan makna lebih lanjut terkait pengertian dari BUMDESA itu sendiri, bahwa Badan Usaha Milik Desa atau Bumdes merupakan badan usaha yang seluruh atau Sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahka guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besar kesejahteraan masyarakat Desa.
Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 juga telah diberikan penjelasan lebih lanjut terkait keberadaan Bumdes dalam pemerintahan desa, Pasal 87 Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 tentang Desa telah memberikan pengaturan jika Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan, dan Bumdes dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian, dapat dijelaskan lebih lanjut jika Bumdes merupakan badan usaha yang kehadirannya tidak hanya bersadar pada aspek profit oriented semata, melainkan Bumdes mengedepankan prinsip kesejahteraan masyarakat desa atas pendirian Bumdes itu sendiri. Dalam Pasal 89 Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2004 telah ditegaskan jika hasil usaha Bumdes dimanfaatkan untuk:
- Pengembangan usaha; dan
- Pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantun social, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja desa.
Bumdes memiliki peran dan posisi sentral yang penting bagi pemerintahan desa hingga bagi seluruh masyarakat desa. Peran penting Bumdes adalah sebagai fasilitator dan penggerak perekonomian masyarakat desa. Dengan dibentuknya Bumdes tentu diharapkan dapat meningkatkan sarana perekonomian dan kesejahteraan masyarakat desa. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus senantiasa memberikan dorongan bagi pemerintahan daerah untuk mengoptimalkan kehadiran Bumdes bagi seluruh desa di Indonesia sebagai usaha dalam meningkatkan angka perekonomian desa di seluruh daerah. Mengenai keuangan desa dan pengelolaannya sendiri telah diberikan penjelasan dan pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Diberikan penjelasan jika keuangan desa merupakan semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhububngan dengan pelasanaan hak dan kewajiban desa.
Kemudian dalam Permendagri yang sama diberikan penjelasan jika dalam hal pengelolaan keuangan desa terkhushus dalam permsalahan pendapatan desa. Pengelolaan pendapatan desa terdiri dari kelompok:
- Pendapatan Asli Desa (PADesa)
- Transfer
- Pendapatan lain-lain
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut jika Bumdes merupakan bagian dari hasil usaha desa yang menjadi salah satu penggerak perekonomian dan pendapatan desa. Dengan demikian, Bumdes memiliki posisi sentral bagi masyarakat dan pemerintahan desa.
Keberadaan Bumdes menjadi unit strategis dalam menggerakan perekonomian khususnya perekonomian masyarakat desa. Penggerakan Bumdes dapat menjangkau lapisan masyarakat hingga yang paling bawah. Keberadaan Bumdes tentu diharapkan sebagai fasilitator kehidupan ekonomi dan keuangan yang paling dekat dengan masyarakat desa. Bumdes dapat membantu mengoptimalkan segala hal yang berkaitan dengan strategi penggerak kehidupan ekonomi dan keuangan desa. Sebagaimana yang dipahami, jika salah satu sistem keuangan yang saat ini banyak mendapat sorotan untuk mengatasi masalah keuangan dan pembangunan ekonomi adalah model dan sistem yang bernama “Inklusi Keuangan”. Konsep inklusi keuangan merupakan upaya yang dapat mendorong sistem akses keuangan yang lebih mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, hal itu mendorong indeks pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sekaligus juga mengatasi permasalahan kemiskinan yang ada.

Gambar di ambil dari: Sikapiuangmu.ojk.go.id
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 76/POJK.07/2016 tentang Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan di Sektor Jasa Keuangan Bagi Konsumen dan/atau Masyarakat telah diberikan penjelan bahwa inklusi keuangan merupakan ketersediaan akses pada berbagai lembaga, produk dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangkat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam Pasal 12 Peraruran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 76/POJK.07/2016 diberikan penjelasan yang lebih komprehensif jika inklusi keuangan memiliki beberapa tujuan, diantarannya:
- Meningkatnya akses masyarakat terhadap lembaga, produk dan layanan jasa keuangan PUJK;
- Meningkatnya penyediaan produk dan/atau layanan jasa keuangan oleh PUJK yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat
- Meningkatnya penggunaan produk dan/atau layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat; dan
- Mengingkatnya kualitas penggunaan produk dan layanan jasa keuangan sesuai kebutuhan dan kemampuan masyarakat
Dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mempertahankan stabilitas sistem keuangan di suatu wilayah terkusus pada wilayah pedesaan, terdapat beberapa Langkah dan kebijakan yang dapat diambil, salah satunya adalah melalui sistem inklusi keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai konsep inklusi keuangan merupakan solusi yang tepat untuk untuk menjadi sarana percepatan pertumbuhan ekonomi di masyarakat. Dapat dikatakan jika semakain tinggi tingkat inklusi keungan masyarakat akan membawa dampak terhadap cara pengelolaan dan pengambilan keputusan tentang layanan keuangan yang bisa menopang perkembangan sektor keuangan nasional dan akhirnya akan bermuara kepada peningkatakan angka ekonomi di suatu wilayah. Menurut Global Partnership of Financial Inclusion (GPFI) dan G-20, inklusi keuangan telah menjadi komponen penting dari perkembangan keuangan, serta mengingkatkan akses layanan keuangan bagi banyak masyarakat adalah prioritas institusi pembuat kebijakan. Lebih lanjut, Bank Indonesia menjabarkan jika visi inklusi keuangan yakni mewujudkan seluruh lapisan masyarakat untuk dapat mengakses layanan keuangan dengan mudah yang nantinya akan meningkatkan pendapatan mereka dan berimplikasi pada pemerataan pendapatan masyarakat itu sendri, pengentasan kemiskinan, terciptanya stabilitas sistem keuangan dan nantinya akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi masyarakat pedesaan.
Perkembangan institusi dan layanan keuangan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi diwilayah pedesaan. Kemudahan dalam mengakses jasa keuangan diharapkan dapat membantu masyarakat dalam mengatur dan mengolala alur keuangannya sendiri. Inklusi keuangan merupakan strategi dalam meningkatkan akses keuangan dimasyarakat. Goldsmith dalam teori pembangunannya memberikan pendapat jika terdapat hubungan yang terjadi antara financial structure dan pembangunan ekonomi di suatu negara. Financial struktur yang baik akan mewujudkan peluang pembangunan ekonomi yang lebih baik pula. Selain itu, pada aspek institusi keuangan, pembangunan institusi keuangan sudah menjadi factor yang paling berpengaruh terhadap pembangunan perekonomian disuatu wilayah. Institusi keuangan dengan layanan keuangan yang baik akan menciptakan efisiensi pada proses pembangunan ekonomi. Dengan demikian, inklusi keuangan merupakan salah satu cara yang dapat diterapkan sebagai wujud perkembangan dan pembaharuan financial structure dari institusi keuangan yang orientasi akhirnya adalah memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat
Jika Memahi permasalahan ekonomi dan keuangan yang ada di setiap desa tidak dapat dipungkiri permasalahn tidak jauh dari aspek sarana dan prasarana hingga budaya masyarakat desa yang terlalu terbuka dengan sistem bank konvensional dengan berbagai persyaratan dan procedural administrative didalamnya. Bumdes merupakan alternative solusi bagi masyarakat yang ada di pedesaan. Dapat dipahami jika kantor bank formal bagi sebagian masyarakat bukan menjadi pilihan yang tepat dalam mengakses jasa keuangan. Hal itu terjadi karena akses jasa keuangan melalui kantor bank akan memakan waktu dan menyita beberapa kegiatan lainnya dan menyebabkan masyarakat kurang tertarik dalam mengakses jasa keuangan, ditambah lagi tidak semua wilayah pedesaan yang ada memiliki cabang kantor keuangan atau bank konvensional, permasalahan seperti itu tentu akan menurunkan kegiatan perbankan khususnya yang secara lebih luas akan berdampak pada stabilitas sistem keuangan di suatu negara.
Pada hakikatnya dapat dipahami berkenaan dengan inklusi keuangan dan kehidupan ekonomi masyarakat desa percepatan dan optimalisasi pertumbuhan ekonomi berperan strategis bagi peningkatan kualitas kehidupan rakyat, dan disadari jika pertumbuhan ekonomi tidak akan terjadi jika aktivitas dan produktivitas ekonomi di masyarakat tidak berjalan optimal. Terkusus pada lingkup masyarakat desa, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh badan pusat statistik tercatat bahwa jumlah desa mandiri yang ada di Indonesia berdasakan data yang terkumpul pada tahun 2018, dari total 73.670 jumlah desa yang ada di Indonesia hanya tercatat 5.559 desa yang diketegorikan sebagai desa mandiri di Indonesia. Berdasarkan pengaturan yang ada pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dalam pembangunan desa terdapat empat aspek yang mempengaruhinya yaitu, kebutuhan dasar, pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa. Pada pengertiannya sendiri desa mandiri merupakan desa yang mempunyai ketersediaan dan akses terhadap pelayanan dasar yang mencukupi, infrastruktur yang memadai, aksesibilitas/transportasi yang tidak sulit, pelayanan umum yang bagus, serta penyelenggaraan pemerintahan yang sudah sangat baik, dan desa mandiri merupakan desa yang dikategorikan sebagai desa yang memiliki nilai indeks pembangunan desa (IPD) lebih dari 75. Desa mandiri merupakan sebuah keterbutuhan yang ada di masyarakat mengingat peningkatan jumlah desa mandiri dapat menjukan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat desa.
Desa mandiri merupakan desa yang merdeka dalam segala aspeknya, termasuk aspek ekonomi dan keuangan yang menjadi pembahasan penting. Sebagaimana data yang terhimpun oleh Kemendes sampai dengan bulan Juli tahun 2022, dari jumlah 74.961 desa yang ada hanya 7.902 Bumdes berbadan hukum yang berdiri di masing-masing desa. Sementara Bumdes merupakan badan usaha yang juga akan mengangkat angka kemandirian desa agar dalam kehiduppan perekonomiannya setiap desa memiliki stabilitas kehidupan ekonomi yang stabil hal itulah yang kemudian tentu juga berpengaruh terhadap data kemandirian dari masing-masing desa.
Perlu dipahami jika salah satu permasalahan yang dialami oleh masyarakat pedesaan dalam menciptakan inklusi keuangan yang optimal adalah masih minimnya akses sebagai indicator yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari penggunaan jasa keuangan untuk melihat potensi hambatan dalam membuka dan menggunakan layanan keuangan seperti layanan rekening bank, dan layanan jasa keuangan modern lainnya. Maka, untuk dapat menutup lubang permasalahan di setiap desa yang sulit terjamak adalah dengan memanfaatkan serta berkolaborasi dengan pemerintahan desa dan BUMDes sebagai fasilitator penggerak kehidupan ekonomi dan keuangan masyarakat desa. Secara praktik dan tata kelola tentu Bumdes merupakan badan usaha yang sangat dekat dengan masyarakat desa, dengan demikian tata kelola Bumdes mengedepankan aspek kekeluargaan dan kebersamaan agar menciptakan kebahagian kolektif bagi masyarakat desa. Pembentukan dan kehadiran Bumdes tentu berlandaskan pada kebutuhan dan potensi desa masing-masing. Di berbagai desa yang ada Bumdes bekerja dengan jalan menampung kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat dalam sebuah bentuk lembaga atau badan usaha yang dikerjakan untuk menghasilkan produktifitas perekonomian des aitu sendri.
Pentingnya inklusi keuangan terkhusus bagi masyarakat desa adalah agar setiap penduduk dapat memiliki akses yang sama terhadap sumber daya ekonomi, sedangkan disaat yang bersamaan perlu diakui jika tidak setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara optimal. Kesenjangan dan disparitas ekonomi antar kelompok masyarakat dapat terjadi kerena masyarakat kecil tidak mampu dan tidak memiliki akses yang cukup dalam memperoleh fasilitas dan sarana ekonomi dan keuangan yang ada. Oleh karena itu, pergerakan sistem ekonomi dan keuangan hanya dapat berjalan pada lingkungan yang sama secara terus menerus. Hal itulah yang kemudian menciptakan bentuk disparitas bagi masyarakat yang belum terjamak akan akses keuangan dan ruang ekonomi. Optimalisasi peran Bumdes dalam kehidupan masyarakat desa dapat menjadi proses pencarian solusi dan alternatif dalam menciptakan inklusi keuangan yang optimal bagi masyarakat desa. Konsep kerja Bumdes yang sangat dekat dengan masyarakat desa tentu menjadi sarana yang paling dianggap mudah dijangaku oleh masarakat desa hal itu dikarenakan sebagaimana yang kita pahami jika tidak semua masyarakat desa terjamak oleh fasilitas keuangan yang memadai, maka Bumdes dapat menjadi alternative dan strategi lain dalam meningkatkan inklusi keuangan desa
REFERENSI
- Armen Yasir, 2017, “Hukum Pemerintahan Desa”, Bandarlampung, Zam-Zam Tower
- Iramayasari dan Melti Roza Adry, “Pengaruh Inklusi Keuangan Terhadap Stabilitas Sistem Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Asean”, Jurnal Kajian Ekonomi dan Pembangunan, Vol. 2, No. 2 Tahun 2020
- Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 tentang Pemerintah Desa
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 76/POJK.07/2016 tentang Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan di Sektor Jasa Keuangan Bagi Konsumen dan/atau Masyarakat
- Badan Pusat Statistik, “Jumlah Desa Mandiri” https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data/0000/data/1234/sdgs_10/1 , diakses pada 11 Oktober Tahun 2022
- Kementrian kordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, “Percepatan Sertifikasi Badan Hukum BUM Desa, Solusi Konkrit Kebangkita Ekonomi di Desa” https://www.kemenkopmk.go.id/percepatan-sertifikasi-badan-hukum-bum-desa-solusi-konkrit-kebangkitan-ekonomi-di-desa , diakses pada 11 Oktober tahun 2022
PROFIL PENULIS:

Muhamad Alief Farezi merupakan mahasiswa semester VII Fakultas Hukum bagian Hukum Tata Negara yang saat ini menjadi Kepala Bidang Kajian UKM-F PSBH FH Unila Tahun 2022
Tinggalkan Balasan