Menaksir Pemekaran Provinsi di Papua Dalam Bingkai Otonomi Daerah
Oleh: Muhammad Alief Farezi

Prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tegas telah diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memiliki makna jika negara Indonesia secara hakikat merupakan negara tunggal (satu negara) atau dalam ilmu negara dikenal dengan peristilahan monosentris (berpusat pada satu negara) tidak ada negara lain di dalamnya. Bangsa Indonesia memiliki bentang alam yang sangat luas dan terbagi atas ribuan pulau serta daerah pemerintahan otonom. Oleh karena itu, pada praktik penyelenggaraan pemerintahan prinsip NKRI tidak dapat dipisihkan dengan prinsip desentrlasisasi atau otonomi daerah sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 18 ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undangundang.” Kemudian, lebih lanjut dalam Pasal 18 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 telah dinyatakan bahwa “Pemerintahan daerah provinsi daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.”
Landasaan normative penyelenggaraan pemerintah daerah di Indonesia diberikan pengaturan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam undang-undang tersebut diberikan penjelasan jika praktik otonomi daerah di Indonesia menganut prinsip yakni otonomi luas dalam rangka menciptakan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, serta kekhasan dari suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dapat dipahami jika pemberian otonomi yang seluasluasnya kepada Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berkenaan dengan praktik otonomi daerah di Indonesia, pada 25 Juli yang lalu telah di undangan ketiga undang-undang yang menjadi landasan yuridis pemekaran daerah otonomi baru di provinsi Papua yaitu:
- Undang-Undang Nomor 14 tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan
- Undang-Undang Nomor 15 tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah
- Undang-Undang Nomor 16 tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan
Berdasarkan adanya pemekaran wilayah di Provinsi Papua maka perlu diketahui terkait cakupan wilayah dari masing-masing provinsi yang ada. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2022 tentang Pemekaran Povinsi Papua Selatan, cakupan wilayah Papua Selatan terdiri atas:
- Kabupaten Merauke;
- Kabupaten Boven Digoel;
- Kabupaten Mappi; dan
- Kabupaten Asmat
Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2022 tentang Pemekaran Provinsi Papua Tengah terbagi pula beberapa kabupaten yang terdapat di provinsi Papua Tengah diantaranya yakni:
- Kabupaten Nabire;
- Kabupaten Puncak Jaya;
- Kabupaten Paniai;
- Kabupaten Mimika;
- Kabupaten Puncak;
- Kabupaten Dogiyai;
- Kabupaten Intan Jaya;
- Kabupaten Deiya.
Adapun selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2022 tentang Pemekaran Provinsi Papua Pegunungan terbagi pula atas beberapa cakupan wilayah pemerintahan yakni:
- Kabupaten Jayawijaya;
- Kabupaten Pegunungan Bintang;
- Kabupaten Yahukimo;
- Kabupaten Tolikara;
- Kabupaten Memberamo Tengah;
- Kabupaten Yalimo;
- Kabupaten Lanny Jaya; dan
- Kabupaten Ndunga.
Bersandar pada arah politik hukum pembangunan nasional yang dicita-citakan dalam rencana pembangunan jangka panjang bangsa Indonesia maka diperlukan optimalisasi pembangunan dan kesejahteraan seluruh masyarakat terkhusus masyarakat daerah yang masih sulit untuk terjamah oleh otoritas pemerintahan. Dengan demikian diperlukan adanya bentuk perluasan otonomi daerah dengan menambah daerah otonom baru sebagai bentuk optimalisasi perwujudan prinsip otonomi daerah. Dengan adanya pembentukan tiga provinsi baru di Papua maka saat ini Papua terdiri dari 5 provinsi, yaitu Provinsi Papua yang beribukotakan di Jayapura, Provinsi Papua Barat dengan ibu kota Manokwari, Provinsi Papua Selatan dengan ibu kota Merauke, Provinsi Papua Tengah dengan ibu kota Nabire, serta Provinsi Papua Pegunungan dengan ibu Kota Jayawijaya. Adapun secara bersamaan maka jumlah provinsi yang ada di Indonesia saat ini bertambah menjadi 37 provinsi.
Pemekaran Provinsi di Papua bersandar pada sosial cultural yang patut menjadi catatan yakni untuk dapat mempermudah dalam memperhatikan aspirasi masyarakat Papua, mempercepat pemerataan pembangunan, meningkatkan sarana pelayanan publik, serta mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua hal itulah yang kemudian terangkum dalam landasan sosiologis dibentuknya pemekaran Provinsi di Papua.
Bersandar dari politik hukum dibentuknya wilayah pemekaran provinsi papua berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka dapat ditelaah jika pemekaran provinsi di Papua dengan penambahan wilayah otonomi baru di Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan disyaratkan akan landasan filosofis yang berdasarkan atas cita hukum bangsa sebagaimana yang tertuang dalam Pancasila dan konstitusi yakni untuk dapat membangun masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan kesejateraan dapat dirasakan seluas-luasnya maka terdapat keterbutuhan pemekaran wilayah di Provinsi Papua. Hal itulah yang kemudian menjadi bingkai implementasi bentuk otonomi daerah yang dicita-citakan yakni otonomi seluas-luasnya demi memperbaiki kesejahteraan masyarakat daerah serta mengoptimalisasikan sumber daya yang ada di daerah.

Pemekaran provinsi Papua merupakan sebuah asa dan harapan baru bagi keutuhan wilayah bangsa. Dapat dipahami jika bangsa Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfre state) yang berkeadilan, maka diharapkan dengan adanya pemekaran dan penambahan pada daerah otonomi tingkat satu di daerah provinsi Papua dapat memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan yang seadil-adilnya bagi masyarakat asli Papua dalam bingkai implementasi praktik otonomi daerah di Indonesia.
Pemerintah Bersama dengan DPR berpandangan jika pemekaran provinsi di Papua memiliki bergagai alas an mulia untuk menunjang kehidupan berbangsa dan bernegara diantaranya dapat menjadi alternative percepatan peyanan kepada masyarakat, dapat mengendalikan pembangunan di daerah dengan lebih cepat dan terarah, dapat memperkuat eksistensi serta wilayah adat dan budaya asli Papua, serta meningkatkan segala bentuk pelayanan untuk menjawab tantangan pembangunan dan tingkat kesejahteraan masyarakat asli Papua. Oleh karena itu usaha pemerintah untuk dapat mengoptimalisasikan pembentukan daerah otonomi baru di Papua harus dituntaskan agar terwujudnya cita hukum itu sendiri dengan melakukan sinkronisasi segala peraturan pelaksana dan peraturan terkait. Maka disitulah negara dapat berperan sebagai agency (alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan ntuk mengatur hubungan-hubungan masnusia dalam masyarakat (Miriam Budiarjo).
Referensi:
- Rudy, dkk, 2019, “Hukum Pemerintahan Daerah”, Depok, PT Raja Grafindo Persada
- Humas Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Pembentukan Tiga Provinsi di Papua”, https://setkab.go.id/pembentukan-tiga-provinsi-baru-di-papua/ diakses pada 20 September 2020.
- Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- Undang-Undang Nomor 14 tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan
- Undang-Undang Nomor 15 tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah
- Undang-Undang Nomor 16 tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan
Profil Penulis:

Muhamad Alief Farezi merupakan mahasiswa semester VII Fakultas Hukum bagian Hukum Tata Negara yang saat ini menjadi Kepala Bidang Kajian UKM-F PSBH FH Unila Tahun 2022
Tinggalkan Balasan