Oleh: Akbar Setiawijaya
Sekitar Agustus 2021, terjadi pencurian kayu manis di hutan milik Perhutani di Desa Jetis, Gunung Sumbing, Temanggung, Jawa Tengah (Jateng). Pelaku adalah Trimo dan keponakannya, Nur Alif. mereka dijerat dengan Pasal 36 Nomor 19 dan Pasal 78 juncto Pasal 50 Ayat (2) Huruf c Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Keduanya diancam pidana penjara maksimal 5 tahun serta denda maksimal Rp3,5 miliar.
Lewat pendampingan dari Rumah Pancasila dan Klinik Hukum Semarang yang dipimpin oleh Yosep Parera, kasus ini berhasil diselesaikan dengan keadilan restoratif dengan beberapa pertimbangan Kejaksaan Agung Temanggung di antaranya, mereka merupakan warga kurang mampu. “Menurut perintah harian Jaksa Agung juga mengatakan ‘kerjalah pakai hati nurani’,” ujar Kasi Pidum Kejari Temanggung Bekti Wicaksono.
Mengapa seseorang yang melakukan tindak pidana dapat lolos dari jeratan hukum dan apa sebenarnya yang dimaksud dengan restorative justice?
Dalam norma hukum pidana setidaknya terdapat 3 aspek yang ingin dicapai dengan pemberlakuan hukum pidana di dalam masyarakat, yaitu membentuk atau mencapai cita kehidupan masyarakat yang ideal atau masyarakat yang dicitakan, mempertahankan dan menegakkan nilai-nilai luhur dalam masyarakat, dan mempertahankan sesuatu yang dinilai baik (ideal) dan diikuti oleh masyarakat dengan teknik perumusan norma yang negatif. Tujuan pengenaan sanksi pidana dipengaruhi oleh alasan yang dijadikan dasar pengancaman dan penjatuhan pidana, dalam konteks ini alasan pemidanaan adalah pembalasan, kemanfaatan, dan gabungan antara pembalasan yang memiliki tujuan atau pembalasan yang diberikan kepada pelaku dengan maksud dan tujuan tertentu.

Mengutip pendapat dari Tony F. Marshall yang menyatakan bahwa:
“Restorative justice adalah sebuah proses dimana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama-sama untuk menyelesaikan secara bersama-sama begaimana menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan”.
Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa penyelesaian dalam suatu tindak pidana dengan mengunakan restorative justice lebih mengutamakan terjadinya kesepakatan antara pihak yang berpekara, dengan kepentingan masa depan. Lalu menurut laman resmi Mahkamah Agung, prinsip restorative justice adalah salah satu prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrumen pemulihan dan sudah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA).
Landasan penggunaan restorative justice oleh Mahkamah Agung dibuktikan dengan pemberlakuan kebijakan melalui Peraturan Mahkamah Agung dan Surat Edaran Mahkamah Agung. Panduan restorative justice dalam lingkungan peradilan umum diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum yang terbit pada 22 Desember 2020. Menurut MA, konsep restorative justice bisa diterapkan pada kasus-kasus tindak pidana ringan dengan hukuman pidana penjara paling lama tiga bulan dan denda Rp 2.500.000 (Pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan 482).
Keadilan restoratif pada hakikatnya adalah memberi hukuman kepada pelaku tetapi hukuman tersebut bersifat mendidik sehingga memberi manfaat baik kepada pelaku maupun korban.
Dari segi legal normatif hukum pidana di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). KUHAP sendiri mengatur bahwa kewenangan penegakan hukum dilaksanakan oleh kepolisian, kejaksaan dan pengadilan pada semua tingkatannya. Institusi-institusi hukum inilah yang berwenang meneyelenggarakan proses peradilan pidana, sejak tahap penyidikan hingga tahap putusan di pengadilan. Seiring perkembangan zaman, kita dapat menemukan proses peradilan pidana yang berbeda dengan KUHAP. Dengan kata lain terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur sendiri (lex specialis) ketentuan beracaranya termasuk penyelenggara peradilan pidananya.
Dasar hukum pemberlakuan dari restorative justice ini sendiri memiliki beberapa dasar yaitu:
- Surat Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol : B/3022/XXI/2009/SDEOPS, tanggal 14 Desember 2009, Perihal Penanganan Kasus Melalui Alternative Dispute Resolution (ADR). Surat ini menjadi rujukan bagi kepolisian untuk menyelesaikan perkara-perkara Tindak Pidana Ringan, seperti Pasal: 205, 302, 315, 352, 373, 379, 384, 407, 482, surat ini efektif berlaku jika suatu perkara masih dalam tahapan proses penyidikan dan penyeledikan.
- Delik yang dilakukan berupa ”pelanggaran yang hanya diancam dengan pidana denda”. Menurut Pasal 82 KUHP, kewenangan/hak menuntut delik pelanggaran itu hapus, apabila Terdakwa telah membayar denda maksimum untuk delik pelanggaran itu dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dilakukan.
- Tindak pidana dilakukan oleh anak di bawah usia 8 tahun. Menurut Undang-Undang Nomor. 3/1997 (Pengadilan Anak), batas usia anak nakal yang dapat diajukan ke pengadilan sekurang-kurangnya 8 tahun dan belum mencapai 18 tahun.
- Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia No.15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Perlu diperhatikan bahwa syarat penting restorative justice dapat diterapkan apabila pelaku baru melakukan tindak pidana yang pertama kali kemudian adanya pentingnya alasan pemaaf dari korban yang bersangkutan hingga tercapainya mediasi bersama antara korban dengan pelaku itu sendiri.
Referensi:
- Hariman Satria, 2018, Restorative justice: Jurnal Paradigma Baru Peradilan Pidana, Vol. 25, No. 1
- Com, Aryo Putranto “Restorative justice: Pengertian dan Penerapannya Dalam Hukum di Indonesia, https://nasional.kompas.com/read/2022/02/15/12443411/restorative-justice-pengertian-dan-penerapannya-dalam-hukum-di-indonesia?page=all
- Com, https://www.jdih.tanahlautkab.go.id/artikel_hukum/detail/restorative-justice-alternatif-baru-dalam-sistem-pemidanaan
- Com, Virdita Ratriani, Restorative justice adalah Penyelesaian Pidana dengan Mediasi: Syarat dan Contohnya, https://lifestyle.kontan.co.id/news/restorative-justice-adalah-penyelesaian-pidana-dengan-mediasi-syarat-dan-contohnya.
Profil Penulis:

Akbar Setiawijaya merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung semester III yang saat ini menjadi Anggota Muda UKM-F PSBH.
Tinggalkan Balasan