Oleh: Dani Berlan Ramadhan

Mengutip pendapat Sudarsono dalam buku Hukum Perkawinan Nasional (hal.128) beliau mendefinisikan talak sebagai salah satu bentuk pemutusan hubungan ikatan perkawinan yang dikarenakan sebab-sebab tertentu sehingga tidak memungkinkan lagi bagi seorang suami istri untuk meneruskan hidup berumah tangga dalam Islam. Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengartikan talak sebagai ikrar suami dihadapan Pengadilan Agama yang menjadi dasar putusnya suatu perkawinan. Sehingga talak yang di akui secara hukum positif/hukum negara adalah talak yang diucapkan oleh suami dihadapan majelis hakim. Pasal 129 KHI menyebutkan bahwa untuk dapat mengucapkan talak maka suami harus mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama di wilayah tempat tinggal istri dengan disertai alasan. Mengucapkan talak secara langsung atau di luar pengadilan hanya sah menurut ketentuan agama saja, sementara menurut hukum negara talak tersebut tidak sah, sehingga ikatan hukum perkawinan antara keduanya belum putus.

Talak Satu dan Dua

Talak satu dan talak dua adalah talak yang ketika diucapkan seorang suami masih dapat rujuk atau menikah kembali, hal ini berdasarkan Al-Quran Surah Albaqarah ayat 229.

“Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (setelah itu suami dapat) menahan dengan baik atau melepas dengan baik….”

Menurut buku Hukum Kekeluargaan Indonesia (hal. 103-104) karangan Sayuti Thalib talak satu dan dua dapat dibedakan dari bentuk cara terjadinya dan akibat hukumnya sebagai berikut.

  1. Talak raj’i adalah talak yang masih memperbolehkan rujuk. Sementara dalam pasal 118 KHI talak raj’i adalah talak satu atau dua yang mana suami masih memiliki hak untuk rujuk kembali selama masa iddah istri. Berikut yang tergolong dalam talak raj’i:
  • Talak satu atau dua tidak memakai iwadh (uang pengganti) dan keduanya telah bersetubuh.
  • Talak yang dijatuhkan hakim agama atas dasar ila’ (sumpah suami tidak akan mencampuri istrinya)
  • Talak yang dijatuhkan hakim agama atas dasar keretakan yang sangat hebat antara suami dan istri, tidak memakai iwadh
  1. Talak ba’in shugra adalah talak yang tidak memungkinkan untuk rujuk kembali, tetapi keduanya dapat menikah kembali apabila masa iddah istri telah habis. Sementara Dalam Pasal 119 KHI menyebutkan talak bai’n sughra sebagai talak yang tidak memperbolehkan rujuk, akan tetapi dapat dilakukan akad nikah kembali meskipun dalam masa iddah
Gambar diambil dari: Jurnalispos.id

Gambar diambil dari: Jurnalispos.id

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa apabila seorang suami menjatuhkan talak satu ataupun dua maka si suami tersebut masih dapat rujuk atau menikah kembali.

Yang dimaksud rujuk menurut Sayuti Thalib (hal. 101) adalah kembali menjalin hubungan suami istri antara suami yang telah menjatuhkan talak pada istrinya dengan cara mengucapkan “saya kembali kepadamu” di ucapkan dihadapan dua saksi laki-laki yang dianggap adil.

Sementara kawin kembali artinya suami istri melangsungkan akad nikah kembali sesuai syarat dan prosedur menurut hukum islam.

Masa iddah adalah waktu tunggu yang berlaku bagi seorang istri setelah putus perkawinan dari mantan suaminya. Waktu tunggu tersebut sebagai berikut.

  • Suami meninggal (130 hari)
  • Perceraian dalam keadaan haid ( 3 kali suci/ minimal 90 hari )
  • Perceraian dalam keadaaan tidak haid ( 90 hari )
  • Perceraian, suami meninggal, dalam keadaan hamil ( sampai melahirkan )

Talak Tiga

Talak tiga adalah talak bai’besar (kubra)  yang mana apabila telah jatuh talak tersebut suami istri tidak dapat rujuk kembali, sehingga keduanya tidak dapat rujuk atau menikah kembali sebulum mantan istri menikah dengan orang lain dan bercerai lagi.

Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 230

“Kemudian jika ia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya dan sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya ( suami pertama dan bekas istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.”

Dalam KHI talak bai’n kubra ini diatur dalam Pasal 120

Dalam fenomena sosial sering terdapat para pihak yang berupaya untuk melakukan penyelundupan hukum dengan cara menyuruh orang bayaran untuk menikah dengan mantan istri yang telah ditalak tiga, dalam waktu tertentu kemudian menceraikannya sehingga mantan suami terdahulu dapat menikahinya kembali.

Terkait dengan hal ini para pakar hukum seperti Sudarsono dan Sayuti Thalib menganggap perbuatan yang demikan tidaklah sah menurut ketentuan syariat Islam, hal tersebut juga merupakan hal terlarang yang seharusnya tidak dilakukan.

 

Referensi:

  1. Sayuti Thalib.Hukum Kekeluargaan Indonesia. (UI-Press:Jakarta), 1986.
  2. Hukumonline.com, perbedaan talak satu, dua dan tiga diakses rabu 3 Agustus pukul 16.00 WIB

Profil Penulis:

Dani Berlan Ramadhan merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung semester V yang saat ini menjadi Pengurus UKM-F PSBH.

Tinggalkan Balasan