Gambar diambil dari: polri.go.id

Dalam dunia hukum ketika terjadi sebuah kasus tindak pidana, dimana korban dari kasus tersebut mengalami luka-luka pada tubuh baik itu dalam keadaan korban hidup maupun sudah meninggal dunia, ketika kasus tersebut akan diproses di pengadilan untuk mencari keadilan untuk korban dan pelaku tindak pidana, maka segalanya akan diselidiki lebih lanjut. Dalam hal ini Ilmu Forensik dan Ilmu Hukum akan berkorelasi untuk mengungkap tindak pidana yang terjadi.

Gambar diambil dari: lambeturah.id

Dalam dunia hukum kita akan mengenal suatu istilah Visum et Repertum, dimana proses visum akan dilakukan oleh Dokter bagian Forensik yang sudah dipastikan ahli dalam bidangnya. Sebenarnya apa sih istilah Visum et Repertum itu? Apa dasar hukumnya? Bagaimana kedudukan Visum et Repertum tersebut dalam pembuktian perkara tindak pidana? dan masih banyak hal-hal lain terkait Visum et Repertum tersebut.

• Istilah Visum et Repertum atau yang biasa dikenal dengan Visum merupakan laporan tertulis atau keterangan tertulis yang berdasarkan keterangan dokter ahli tentang apa yang dilihat dan ditemukan dalam melakukan pemeriksaan barang bukti baik itu bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti lainnya untuk kepentingan proses peradilan.
Visum merupakan salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) sebagai dasar hukumnya yang berbunyi:

“(1) Alat bukti yang sah ialah:

a. keterangan saksi;

b. keterangan ahli;

c. surat;

d. petunjuk;

e. keterangan terdakwa.”

Selain termasuk kategori keterangan ahli, visum juga termasuk kategori surat sebagaimana tertulis dalam Pasal 187 huruf C KUHAP yang berbunyi: “surat sebagai alat bukti yang sah merupakan surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.”

Berdasarkan pemeriksaan Dokter ahli forensik, nantinya dapat terbukti apakah luka seseorang atau korban, tidak sehatnya seseorang atau bahkan matinya seseorang diakibatkan karena tindak pidana tersebut atau tidak.
Visum et Repertum sebagai suatu keterangan tertulis dari hasil pemeriksaan dokter ahli dalam suatu perkara pidana, secara jelas memiliki peran sebagai berikut:
1. Alat bukti yang sah. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dan disebutkan pula dalam KUHAP Pasal 184 ayat (1) jo Pasal 187 huruf C.
2. Bukti penahanan tersangka. Ketika penyidik akan melakukan penahanan terhadap tersangka pelaku tindak pidana, maka penyidik harus memiliki bukti-bukti yang jelas dan cukup salah satunya menggunakan Visum et Repertum untuk melengkapi surat perintah penahanan tersangka.
3. Sebagai bahan pertimbangan hakim. Dalam Visum et Repertum terdapat bagian pemberitaan dan itu menjadi bukti materiil dari suatu akibat tindak pidana, maka dari itu Visum et Repertum dapat dipakai oleh hakim sebagai bahan pertimbangan dalam mengadili dan memutus suatu perkara.

Jika mengacu pada KUHAP, kedudukan Visum et Repertum pada saat proses acara pidana yaitu:
1) Kedudukan pada fase pemeriksaan pendahuluan yang terdiri dari penyidikan dan penuntutan. Kedudukan pembuktian Visum et Repertum menjadi kesimpulan terkait tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa.
2) Kedudukan pada fase pemeriksaan lanjutan di depan pengadilan. Kedudukan Visum et Repertum sebagai alat bukti yang harus disamakan dengan alat bukti lainnya yang ada.
3) Kedudukan pada fase bantuan hukum pada saat pemeriksaan di pengadilan. Terdakwa bersama pembelanya dapat menjadikan Visum et Repertum sebagai dasar untuk mencari bukti-bukti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum.

• Terdapat beberapa jenis dari Visum et Repertum (VeR), yaitu:
1. VeR untuk orang hidup, yaitu:
– VeR Biasa, yaitu dilakukan pada korban yang tidak memerlukan perawatan
lebih lanjut.
– VeR Sementara, yaitu dilakukan jika korban memerlukan perawatan lebih
lanjut karena diagnosis dan derajat lukanya belum dapat dibuat.

  • VeR Lanjutan, yaitu dilakukan pada korban yang tidak memerlukan perawatan
    lebih lanjut karena sembuh, pindah dirawat dokter, atau meninggal.
  1. VeR Jenazah, yaitu dilakukan pada orang yang sudah mati, dilakukan dengan cara otopsi atau bedah mayat.
  2. VeR Tempat Kejadian Perkara (TKP), yaitu dilakukan ketika dokter selesai
    melakukan pemeriksaan di TKP.
  3. VeR Penggalian jenazah, yaitu dilakukan ketika dokter selesai melakukan
    penggalian jenazah.
  4. VeR Psikiatri, yaitu dilakukan pada terdakwa yang terlihat mengalami gejalagejala penyakit kejiwaan.
  5. VeR Barang bukti, yaitu dilakukan terhadap barang bukti yang ditemukan dan
    berhubungan dengan tindak pidana, seperti darah atau bercak darah, mani, pisau, dan sebagainya.

Visum et Repertum sangat penting bagi penyidik karena sebagai alat bukti yang sah yang diatur dalam KUHAP dan juga UU PKDRT dengan tujuan sebagai upaya pengumpulan bukti-bukti agar mengungkap tindak pidana yang terjadi atau suatu tindak pidana tertentu, terkhusus kasus tindak pidana yang dilakukan dengan kekerasan. Hasil Visum et Repertum selanjutnya akan dicantumkan dalam berkas perkara dan sebagai ganti dari pemeriksaan barang bukti oleh hakim yang nantinya akan dibacakan pada sidang visum.

Dibalik peran Visum et Repertum yang besar terdapat beberapa hambatan dalam melakukan visum tersebut yaitu rumah sakit yang sulit dijangkau atau jauh, terbatasnya tenaga kedokteran yang dapat membuat Visum et Repertum, pembuatan Visum et Repertum terkadang kurang lengkap sehingga menjadi sebuah keraguan untuk dijadikan sebagai alat bukti, ketidakpahaman
keluarga korban terhadap pentingnya Visum et Repertum.

Contoh-contoh kasus tindak pidana yang biasanya meminta Visum et Repertum, yaitu seperti kasus pembunuhan berencana, kasus kematian seseorang yang tidak wajar, kasus penganiayaan, kasus KDRT, kasus pemerkosaan, dan lain-lain.

 

Referensi :

Profil Penulis :

Khoirunnisa Merupakan Mahasiswi Fakultas Hukum Semester II Universitas Lampung yang saat ini menjadi Anggota Muda UKM-F PSBH.

Tinggalkan Balasan