Gambar diambil dari : MedanBisnisDaily.com

Pernikahan dini sudah sangat tidak asing di telinga kita. Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh salah satu ataupun keduanya yang memiliki usia dibawah 17 tahun. Pernikahan dini memang tengah marak terjadi. Apalagi ditambah dengan situasi pandemi saat ini. Salah satu contohnya adalah Gadis 14 Tahun asal Brebes yang menikah karena alasan bosan daring. Bahkan tak sedikit remaja yang memutuskan untuk menikah muda karena hal ini. Hal ini bukanlah suatu yang asing untuk masyarakat Indonesia. Tidak hanya di desa, di kota pun merajalela. Ada banyak penyebab remaja memutuskan untuk menikah muda.

Gambar diambil dari : mediaindonesia.com

Penyebab pertama pernikahan dini adalah ekonomi. Situasi ekonomi seringkali menjadi alasan orangtua menyuruh anaknya untuk menikah muda dengan niat untuk meringankan beban ekonomi yang ada. Apalagi di tengah situasi pandemi seperti sekarang ini banyak kepala keluarga yang kehilangan pekerjaannya. Sehingga tidak sanggup membiayai sekolah anaknya. Anaklah yang menjadi akibat dari hal ini. Dan pada akhirnya ada saja orang tua yang memutuskan untuk melakukan hal tersebut tanpa memikirkan kesiapan anak dan dampak yang timbul setelahnya.

Faktor yang kedua adalah pendidikan. Masih minimnya pengetahuan tentang pernikahan itu sendiri tentu akan sangat berdampak kedepannya. Terutama pada diri seorang remaja belum siap menerima masalah-masalah yang timbul setelah pernikahan. Yang paling utama yang akan terjadi yaitu remaja tidak akan berpikir panjang dalam memutuskan menikah di usia yang masih belia atau bahkan sampai berhenti sekolah karena hal tersebut. Lalu pendidikan yang dimaksud disini bukan pendidikan formal saja. Namun pendidikan non-formal yang kita peroleh dari keluarga yang merupakan pembentuk utama pribadi seorang anak. Yang seharusnya akan menjadi pedoman dalam memilih jalan hidupnya.

Faktor yang ketiga adalah orang tua. Masih minimnya edukasi orang tua mengenai pernikahan dini juga menyebabkan dampak yang besar. Ditambah seringkali orang tua beranggapan ‘tidak mau memiliki perawan tua’. Tentunya orang tua harus berprinsip dalam mendidik anaknya. Karena orang tua adalah pendidikan pertama dalam kehidupan si remaja. Sudah seharusnya membekali anak dengan edukasi mengenai hal-hal tersebut. Dan yang terpenting orang tua bisa lebih tegas dalam mendidik anaknya agar tidak terjerumus kedalam lingkungan yang tidak diinginkan.

Setelah orang tua faktor yang keempat adalah pergaulan. Pergaulan merupakan hal yang sangat menentukan siapakah diri kita. Seperti kata pepatah “Jika ingin tahu siapakah dirinya, maka lihatlah siapa temannya”. Pergaulan yang bebas merupakan penyebab yang seringkali menyebabkan remaja terjerumus kedalam seks bebas. Sehingga terjadilah hal yang tidak diinginkan seperti contoh hamil diluar nikah. Mau tidak mau pasti akan menikah jika si lelaki bertanggung-jawab. Jika tidak? Maka si wanita lah yang akan menanggung semuanya. Maka selektif dalam memilih teman adalah prinsip yang harus kita implementasikan.

Faktor yang terakhir menurut pengetahuan penulis adalah adat istiadat. Seperti halnya dalam hal perjodohan antar sesama suku. Hal ini bertujuan agar adat dan budaya mereka akan tetap diturunkan. Namun, tetap akan menimbulkan dampak jika belum adanya kesiapan. Tentu hal ini bisa dimusyawarahkan kembali dan memperhatikan segala faktor yang ada.

Disimpulkan bahwasanya pernikahan dini tidak selalu atas kehendak si remaja namun ada juga karena tuntutan adat ataupun keluarga. Namun tetap saja, pernikahan dini tetap akan menimbulkan dampak serius jika tidak disertai dengan kesiapan diri. Dampak yang ditimbulkan baik dampak secara biologis maupun psikis. Hal ini disebabkan karena usia si remaja yang memang masih sangat belia, belum adanya kesiapan dan pengetahuan luas mengenai pernikahan. Dampak yang paling fatal adalah perceraian. Tak sedikit juga hal ini menyebabkan bunuh diri karena masalah-masalah yang timbul setelah pernikahan.

Pernikahan dalam Agama Islam adalah suatu ibadah dan sekaligus merupakan sunnah rasul. Namun, yang perlu kita ketahui pernikahan adalah ibadah seumur hidup. Seumur hidup itu bukanlah waktu yang sebentar akan ada banyak kemungkinan-kemungkinan masalah yang timbul setelah pernikahan. Dengan adanya kesiapan diri diharapkan kita bisa bersikap tegas dan lapang dada dalam menerima semua masalah yang ada. Karena semua masalah pasti akan ada solusinya. Semua orang pasti mengharapkan pernikahan hanya terjadi sekali seumur hidup. Maka alangkah baiknya kita mempersiapkan semuanya dengan benar-benar matang. Yang kita pikirkan bukan hanya status namun kesiapan diri. Tidak perlu terburu-buru, jika perlu kita juga memperhatikan kesiapan pasangan karena mau tidak mau ia adalah sosok yang pasti akan terlibat dalam kehidupanmu selanjutnya. Lihatlah pasangan dari agamanya karena ekonomi bisa dirintis bersama-sama. Dan harta merupakan titipan Allah SWT. yang bisa diambil kapan saja. Namun, jika sudah ada fondasi dalam diri diharapkan kita dapat menerima dan benar-benar siap menghadapi situasi yang ada.

 

Referensi :

 

Adifta Kurnia Novtriana merupakan Mahasiswi Fakultas Hukum Semester II Universitas Lampung yang saat ini menjadi Anggota Muda UKM-F PSBH.

Tinggalkan Balasan