Dewasa ini, dinamika sosial di dunia berkembang begitu pesat. Di Indonesia, hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan masyarakat, baik dari lingkup yang luas yaitu negara hingga pada lingkup paling kecil yaitu keluarga. Pada dasarnya pernikahan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang dijamin dan dilindungi dalam Konstitusi bangsa Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tepatnya pada pasal 28B ayat (1). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengartikan keluarga adalah unit terkecil dalam masyrakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang didalamnya yang tinggal dalam suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Friedman (1998), keluarga memiliki beberapa fungsi diantaranya yaitu sebagai berikut:
- Fungsi afektif (The Affective Function)
- Fungsi ekonomi (The Economic Function)
- Fungsi reproduksi (The Reproduction Function)
- Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function)
- Fungsi sosialisasi
Artinya dengan kata lain, keluarga memiliki fungsi afeksi atau kasih sayang, memelihara dan memproteksi baik dari aspek ekonomi, sosial maupun politik. Dalam hal ini yang menjadi permasalahan ialah jika fungsi keluarga sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya dijadikan sarana abused of power dalam berbagai aspek. Alih-alih membangun keluarga yang baik justru hubungan keluarga dijadikan sebagai proteksi dari segi hukum dan politik yang bersifat promordialistik.
Baru-baru ini, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yakni Anwar Usman resmi melakukan pernikahan dengan Idayati yang merupakan adik Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Pernikahan keduanya dilaksanakan pada 26 Mei 2022 di Gedung Graha Saba Buana, Solo. Diketahui beberapa tokoh penting termasuk Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan beberapa Menteri Kabinet Kerja juga hadir dalam pernikahan tersebut. Pada dasarnya, tidak ada yang salah dengan pernikahan keduanya, akan tetapi dikemudian hari momentum ini dirasa berpotensi menimbulkan adanya konflik kepentingan antar pihak. Dalam hal ini implikasi yang dimaksud ialah terkait dengan penegakan hukum dalam lembaga judicial review terutama terkait dengan isu penundaaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Dalam etika profesi hukum terdapat sebuah teori yang dikemukakan oleh Immanuel Kant, teori tersebut adalah teori etika sebagai teori deontologi atau kewajiban yang harus dilakukan. Bagi Kant, kemampuan manusia untuk bertindak dengan menggunakan moral membuat seseorang menjadi istimewa, bermoral, dan bermartabat. Sebagai profesional, teori ini cukup selaras dengan stabilitas kehidupan masyarakat. Melalui kacamata teori ini seorang profesional harus bertindak berdasarkan tugasnya yang mengacu kepada kode etik yang ada.
Akan tetapi apabila kita kaji lebih jauh, dapat kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat beberapa hambatan dalam pelaksaan kode etik yang mengabaikan bahkan melanggar kode etik profesi. Beberapa pengaruh diantaranya yaitu pengaruh sifat kekeluargaan, pengaruh jabatan, pengaruh konsumerisme dan karena lemah iman. Terkait dengan Pengaruh sifat kekeluargaan hal ini dikarenakan dalam konsep keluarga hal yang menjadi salah satu cirinya yaitu memberi perlakuan dan penghargaan yang lebih terhadap anggota keluarga dan berbeda dengan perlakuan terhadap orang bukan keluarga.

Dikutip dari berita yang dimuat dalam lembaga layanan pendidikan tinggi wilayah V Yogyakarta, Pengamat politik Universitas Widya Mataram (UWM) Dr. As Martadani Noor, MA membuat pernyataan yang cukup kontroversial, pasalnya beliau berpendapat untuk melindungi marwah MK sebaiknya Anwar Usman mundur dari jabatan guna menghindari potensi konflik kepentingan. Beliau juga beranggapaan bahwa wajar apabila publik berprasangka bahwa hubungan keluarga dan jabatan Anwar Usman bisa saja berpotensi mendukung isu penundaan Pemilu 2024, dan perpanjangan masa jabatan presiden. Menurutnya pendapat ini wajar karena posisi Anwar Usman sangat strategis apabila dikaitkan dengan masalah penundaan pemilihan umum (pemilu) yang masuk dalam wilayah sengketa hukum, selain masalah politik kekuasaan, maka MK memiliki peran menciptakan hukum dalam persoalan judicial review undang-undang.
Dalam hal ini penulis beranggapan lain, munculnya kekhawatiran publik terkait asumsi potensi konflik kepentingan dikemudian hari justru menjadi peluang bagi Anwar Usman sebagai ketua MK untuk dapat membuktikan profesionalitas dan independensinya. Apabila dalam menjalankan tanggungjawabnya beliau tetap menjunjung tinggi independensi dan profesionalitasnya tanpa intervensi dari pihak manapun termasuk kekuasaan politik lingkaran istana dan presiden maka asumsi dan kekhawatiran publik akan terbantahkan.
Namun dalam hal ini penulis juga tidak menutup mata bahwa apabila di kemudian hari terjadi sebaliknya maka potensi konflik kepentingan tersebut bisa saja menjadi kenyataan. Ketika memutuskan untuk menikah dengan anggota keluarga besar Presiden Joko Widodo, tugas dan tanggungjawabnya bertambah. Pasalnya pasca menikah dengan Idayati adik Joko Widodo pastinya Anwar Usman akan mendapat sorotan dari publik khususnya dari beberapa pihak yang berasumsi dan mengungkapkan kekhawatirannya akan potensi intervensi kekuasaan presiden kepada Ketua MK. Selain itu beliau juga dituntut untuk mampu menunjukkan profesionalitas kinerjanya yang menempati posisi sebagai ketua MK.
Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya bahwa pernikahan adalah bagian dari hak asasi manusia yang patut dijamin dan dilindungi. Secara yuridis hak asasi manusia tersebut dimuat secara jelas dalam Pasal 28B ayat 1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Apabila dilihat dan dicermati dari konsep ini Anwar Usman yang juga merupakan individu warga negara Indonesia juga memiliki hak tersebut. Oleh karena meskipun Anwar Usaman memiliki jabatan dan posisi strategis sebagai ketua MK, tidak ada hal apapun yang dilanggar oleh beliau ketika memutuskan untuk menikah dengan Idayati selaku adik Presiden Jokowi. Hanya saja, memang tidak menutup kemungkinan bahwa secara simbolis publik bisa saja berasumsi lain dan memberikan tafsir yang beragam dan bermacam-macam atas peristiwa pernikahan tersebut. Termasuk di dalamnya asumsi dan kekhawatiran mengenai adanya potensi konflik kepentingan yang memiliki keterkaitan dengan jabatan ketua MK, yang ketika sudah menikah dengan Idayati selaku adik Presiden Joko Widodo secara otomatis menjadi bagian dari keluarga besar Kepala Pemerintahan dalam hal ini Presiden RI.
Sumber:
- Amorisa Wirartri. Menilik Ulang Arti Keluarga Pada Masyarakat Indonesia (Revisiting The Concept Of Family In Indonesian Society). Jurnal Kependudukan Indonesia. Vol. 13 No. 1 Juni 2018
- Niru Anita Sinaga. Kode Etik Sebagai Pedoman Pelaksanaan Profesi Hukum Yang Baik. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma. Volume 10 No. 2, Maret 2020
- https://lldikti5.kemdikbud.go.id/home/detailpost/pernikahan-ketua-mk-dan-adik-jokowi-potensial-picu-konflik-kepentingan diakses pada 27 Mei 2022
- https://www.antaranews.com/berita/2782609/ips-pernikahan-anwar-usman-jadi-peluang-tunjukkan-independensi#mobile-nav diakses pada 27 Mei 2022
Profil Penulis:

Erviana merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung semester IV yang saat ini menjadi bagian dari Pengurus Bidang Kajian 2022.
Tinggalkan Balasan