Oleh : Steven Saputra

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat berlimpah dari berbagai sumber daya alam yang telah ada di Indonesia salah satunya yaitu hutan. Hutan merupakan wilayah daratan yang didominasi oleh pepohonan yang merupakan salah satu tempat yang terpenting bagi kehidupan manusia untuk menghasilkan oksigen (Oxygenium) untuk keberlangsungan hidup manusia. Dan hutan menjadi suatu kebutuhan hidup bagi orang banyak yang ditinjau dari berbagai aspek.
Hal ini juga sesuai dengan bunyi pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu, “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”
Kita ketahui bahwasanya dari tahun ke tahun populasi hutan di Indonesia ini menurun dari berbagai masalah yang telah terjadi salah satunya yaitu dikarenakan penebangan hutan secara liar. Perlindungan kawasan hutan merupakan salah satu upaya guna melindungi hutan dari kerusakan dan mengembalikan sifat khas serta fungsi hutan seperti keadaan semulanya, dalam hal ini ada beberapa lembaga dari swasta dan negeri yang dapat melakukan perlindungan hutan, yaitu :
- Pemerintah
Mengatur mengenai perlindungan hutan, baik internal maupun eksternal serta dengan perlindungan dari hutan pada hutan negara serta pemerintah dan pelaksanaannya.
- Izin usaha oleh pemegang izin
Pemanfaatan dari hutan dan pihak-pihak yang menerima wewenang yaitu diwajibkan untuk melindungi hutan dan area kerjanya.
- Pemegang hak
Dimana ia melakukan hutan pada hutan hak
Dalam hal ini usaha-usaha untuk melindungi hutan dari kerusakan yaitu :
- Melakukan reboisasi (penanaman kembali hutan yang gundul)
- Tidak melakukan penebangan hutan secara liar atau illegal
- Melakukan tebang pilih dan peremajaan tanaman tua. dan
- Apabila pengusaha melanggar izin maka akan diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Hutan harus lestari agar hutan tersebut tidak mengalami kerusakan, salah satu perbuatan yang mengakibatkan kerusakan hutan, yaitu penebangan hutan secara liar larangan-larangan penebangan hutan secara liar terdapat pada ketentuan Pasal 50 ayat (3) huruf c yang berbunyi “melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan:
1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;
2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai
di daerah rawa;
3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;
5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;
6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang terdiri dan pasang terendah dari tepi pantai.“ Dan pasal 50 ayat (3) e yang berbunyi “Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Pasal 69 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi
“(1) Setiap orang dilarang:
- melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
- memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- membuang limbah ke media lingkungan hidup;
- membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
- melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
- melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
- menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau
- memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.”
Pasal 12 huruf a yang berbunyi “melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan“, pasal 12 hurb b yang berbunyi “melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang“, dan pasal 12 huruf c yang berbunyi “melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah“, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
Pasal 19 huruf b yang berbunyi “ikut serta melakukan atau membantu terjadinya
pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah” dan Pasal 19 huruf c yang berbunyi “melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pembalakan liar dan/ atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah“ Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dapat dilihat seperti yang sudah dilampirkan
Serta Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Hutan yang berbunyi “Setiap orang dilarang melakukan penebangan pohon-pohon dalam hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.”

?Lalu bagaimana Penerapan Sanksi
Bagi Pelaku Penebangan Hutan Secara Liar?
Sanksi-sanksi yang dikenakan bagi pelaku yang melakukan penebangan hutan secara liar dapat berupa :
- Sanksi perdata
- Sanksi administratif
- Sanksi pidana
yang mana diatur dalam Undang-undang Kehutanan, Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan PP Perlindungan Hutan Nomor 28 Tahun 1985.
Sanksi Perdata tidak diatur dengan cara khusus dalam PP Perlindungan hutan Nomor 28 Tahun 1985, namun telah diatur dalam Undang-undang Kehutanan. Penerapan sanksi perdata bagi pelaku yang melakukan perbuatan yang menyebabkan perusakan hutan salah satunya yaitu penebangan liar diatur dalam ketentuan Pasal 80 ayat (1) Undang-undang Kehutanan dan Pasal 87 ayat (1) Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sesuai ketentuan pasal tersebut dipertegas siapa-siapa saja yang dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap kerusakan hutan. Yang dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap kerusakan hutan adalah orang atau oknum yang bertanggung jawab atas terjadinya kerusakan hutan. Penanggung jawab dari perbuatan tersebut diwajibkan menjalankan kewajiban dengan membayar berupa uang sebagai bentuk ganti kerugian kepada Negara, kemudian uang tersebut digunakan untuk pemulihan kondisi hutan, tindakan lain yang diperlukan dan untuk Rehabilitiasi. Ganti rugi dengan dibebankan biaya ini bertujuan agar pemegang izin lebih memperhatikan azas kelestarian lingkungan dan selalu menjaga hutan dan melestarikan agar tetap menjadi paru-paru dunia.
Penerapan sanksi administratif bagi pelaku yang melakukan perbuatan yang menyebabkan perusakan hutan salah satunya yaitu penebangan liar diatur dalam ketentuan Pasal 80 ayat (2) Undang-undang Kehutanan dan Pasal 76 ayat (1) Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaga pemerintah yang memiliki wewenang yakni Menteri Kehutanan ataupun Kantor Wilayah Departemen yang memeiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi administratif seperti pemegang izin usaha pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa terhadap lingkungan, usaha pemanfaatan dari hasil hutan atau izin pemungut. Unsur dari pelanggaran sanksi yang dapat dikenakan sanksi administratif, yaitu:
- Adanya penyimpangan perbuatan yang melanggar dan menyimpang dari ketentuan yang berlaku
- Kewajiban yang telah ditentukan tidak terpenuhi dan
- Adanya unsur kelalaian atau kesengajaan dari pemegang Hak Penguasaan atas hutan dan atau eksploitas hutan dari pemegang izin.
Hukuman penjara, kurungan, denda, dan benda yang akan dirampas dimana digunakan untuk melakukan perbuatan pidana merupakan hukuman atau sanksi yang akan dikenakan kepada pelaku penebangan pohon di hutan secara liar. Sanksi yang diterapkan dalam hukum pidana bagi pelaku yang melakukan penebangan hutan secara liar diatur dalam ketentuan Pasal 78 ayat (2) Undang-undang Kehutanan, Pasal 98 Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 82 ayat (1) huruf c Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ketiga perundang-undangan tersebut mengatur tentang hukuman penjara dan denda sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan mengatur tentang hukuman penjara dan denda, hukuman kurungan, beserta benda yang akan dirampas dimana digunakan oleh pelaku untuk melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan pidana. Pasal 18 ayat (1) mengatur hukuman penjara dan denda, Pasal 18 ayat (4) mengatur hukuman penjara dan Pasal 18 ayat (7) mengatur perampasan benda akibat dari perbuatan melanggar ketentuan pidana.
Referensi :
- Putu Ayu Irma Wirmayanti, Ida Ayu Putu Widiati, & I Wayan Arthanaya. (2021). AKIBAT HUKUM PENEBANGAN HUTAN SECARA LIAR. Jurnal Preferensi Hukum, 2.
- Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan ().
- Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ().
- Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan ().
- Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Hutan ().
Profil Penulis :

Steven Saputra merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung semester IV yang saat ini menjadi bagian dari pengurus Bidang Kajian 2022
Tinggalkan Balasan