Gambar diambil dari : shutterstock

Oleh : Laura Angela Br Tarigan

Permasalahan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat akan terus terjadi, baik terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Keadaan seperti ini akan membuat kejahatan semakin merajalela terjadi di lingkup masyarakat, akibatnya para pelaku kejahatan akan di proses melalui prosedur peradilan pidana yang berlaku sampai saat ini. Adanya bentuk solusi yang diselesaikan melalui Restorative Justice (Keadilan Resroratif) ini akan menjadi dampak pada bentuk keadilan dari korban dan para pelaku kejahatan. Dalam penulisan ini, penulis akan membahas sedikit tentang asal mula Restorative Justice.

Istilah Restorative Justice diciptakan oleh Psikolog Albert Eglash (Amerika) pada tahun 1977 melalui bukunya yang berjudul “Restitution in Criminal Justice: A Critical Assessment of Sanctionis”, yang menjelaskan tentang ganti rugi atau rampasan (reparation). Berkaitan dengan penjelasan di atas, pada tahun 2018, Kapolri mengerluarkan Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/8/VII/2018 pada tanggal 27 Juli 2018 tentang penerapan keadilan Restorative Justice dalam penyelesaian perkara pidana. Adanya penyelesaian perkara tindak pidana melalui Restorative Justice ini akan mengedepankan kemanfaatan (doelmatigheid), mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, serta atas pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium).

Menurut Glosarium, Restorative Justice merupakan suatu kelebihan dalam keadilan yang muncul dari penerapan peradilan restorative, ialah suatu prosedur untuk melibatkan semua orang yang ikut adil disaat tindak pidana terjadi, agar bersama-sama mengenali dan menerjemahkan kerugian yang dialami, harapan yang diinginkan korban, dan kewajiban bagi pelaku tindak pidana yang bertujuan memperbaiki sedia kala dengan sebaik mungkin (Renaldy et al, 2019). Dengan adanya penjelasan mengenai Restorative Justice, maka penulis akan membahas topik yang diperbincangkan saat ini, yakni kasus tindak pidana penganiayaan yang menjadi korban David Ozora.

Dalam KUHP, menurut Chazawi Adami dalam Ahmad Zulfikar, perbuatan tindak pidana penganiayaan merupakan wujud tindakan yang dapat merugikan fisik maupun menghilangkan nyawa orang lain (Zulfikar, 2021). Dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) tercantum penganiyaan biasa yang diatur pada Pasal 351 KUHP, penganiayaan berencana diatur pada Pasal 353 KUHP, penganiayaan berat yang diatur dalam Pasal 354 KUHP, dan penganiyaan terhadap orang yang berkualitas diatur pada Pasal 356 KUHP.

Tindak pindana penganiayaan sebagaimana dijelaskan di atas dapat dilihat dari kasus penganiayaan yang terjadi di Jakarta Selatan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satrio (20), terhadap David Ozora (17), kasus ini bermula adanya informasi dari Anastasia Pretya Amanda (19) memberikan informasi bahwa Agnes (15) yang merupakan kekasih dari Mario Dandy Satrio mendapatkan perlakuan tidak baik dari David Ozora, kejadian ini terjadi pada tanggal 20 Febuari 2023. Tepat pada tanggal yang sama, Agnes meminta David untuk bertemu dengan alasan mengembalikan kartu pelajar, mereka bertemu di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Pada saat kejadian, terdapat Mario Dandy Satrio dan Shane Lukas (19) melakukan penganiayaan terhadap David, Mario Dandy melayangkan kaki ke bagian kepala hingga membuat David terkapar dan menginjak kepala David, hingga membuat kondisi David lemas tak berdaya. Polisi telah menetapkan Mario Dandy Satrio, Agnes, dan Shane Lukas menjadi tersangka. Kasus ini termasuk dalam penganiayaan berat untuk Mario Dandy yang diatur dalam Pasal 355 KUHP ayat 1 subsider Pasal 354 KUHP ayat 1 subsider Pasal 353 KUHP ayat 2 subsider Pasal 351 ayat 2 dan/atau 76C UUPPA dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.

Selain itu, Agnes selaku kekasih Mario Dandy dijerat dengan Pasal 76C Jo 80 UUPPA dan/atau Pasal 355 ayat 1 Jo Pasal 56 KUHP Subsider Pasal 354 ayat 1 Jo 56 KUHP Subsider 353 ayat 2 Jo Pasal 56 KUHP. Selain itu, Shane Lukas juga dijerat hukuman pada Pasal 76C Jo Pasal 80 UU Nomor 25 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak Subsider Pasal 351 KUHP. Para tersangka yang ikut terseret dalam kasus ini, terdapat Agnes yang masih di bawah umur, adanya konsep diversi sebagai nilai Restorative Justice dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang bertujuan untuk mendorong anak tidak perlu menjalani proses pidana.

Diversi merupakan pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Diversi juga dapat dilakukan oleh masyarakat dengan cara mendamaikan kedua belah pihak yakni korban dan pelaku. Namun demikian, diversi ini tidak berlaku pada Agnes. Tidak ada kata damai untuk Agnes (Pihak David Ozora mengirimkan surat resmi tolak diversi). Dengan adanya keterkaitan,  pada kasus ini, adanya mekanisme Restorative Justice, yakni:

  1. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
  2. Tindak pidana hanya diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
  3. Tindak pidana dilakukan dengan barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp. 500.000,00 (dua juta lima ratus rupiah);
  4. Telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh tersangka;
  5. Telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka; dan
  6. Masyarakat merespon positif.

Dengan adanya mekanisme Restorative Justice ini, dapat membuat kasus yang terjadi pada lingkungan masyarakat dapat diselesaikan dengan mekanisme seperti ini dan mengharapkan dapat memberikan dampak yang positif pada seluruh pihak terkait. Akan tetapi, mekanisme Restorative Justice tidak terwujud ataupun tidak layak pada kasus penganiayaan terhadap David Ozora, yang menimpa tersangka Mario Dandy dan Shane Lukas. Hal ini dikarenakan, ancaman hukum pidana penjara melebihi batas yang telah diatur dan perbuatan Mario Dandy dan Shane Lukas sangat keji dan berdampak luas pada media sosial maupun di tengah kehidupan masyarakat.

Penjelasan ini sangat penting untuk dijadikan pertimbangan dalam penyelesaian Restorative Justice pada perkara pidana dan mengetahui bagaimana mekanismenya dalam pemberlakuan Restorative Justice terhadap kasus tindak pidana, termasuk kasus penganiayaan terhadap David Ozora.

 

Daftar Referensi :

Profil Penulis :

Laura Angela Br Tarigan merupakan Mahasiswi semester IV Fakultas Hukum Universitas Lampung yang saat ini menjadi Pengurus UKM-F PSBH.

1 KOMENTAR

Tinggalkan Balasan